1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Produktivitas merupakan laju
penyimpanan energi oleh suatu komunitas dalam ekosistem. Produktivitas terkait
proses produksi, termasuk tambahan individu yang baru lahir dan biomassa
individu yang tidak mencapai periode akhir. Produktivitas sekunder terkait
hasil pembentukan biomassa oleh biota herbivor setelah memanfaatkan sumber
energi yang dibentuk biomassa primer. Didalam suatu ekosistem terdapat produsen
dan konsumen sehingga dalam ekosistem ditemukan aspek produktivitas, baik oleh
produsen (produktivitas primer) maupun produktivitas konsumen (produktivitas
sekunder). Produktivitas sekunder merupakan penggunaan energi pada hewan dan mikroba
(heterotrof). Produktivitas sekunder merupakan laju penambatan energi yang
dilakukan oleh konsumen. Produktivitas sekunder pada dasarnya adalah asimilasi pada tingkatan konsumen.
Benthos merupakan organisme yang melekat
atau hidup sedimen di dasar perairan. Hewan benthos hidup relatif menetap.
Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor
lingkungan dari waktu ke waktu, karena hewan benthos terus menerus terbawa oleh
air yang kualitasnya berubah-ubah sehingga dapat berperan sebagai salah satu
mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga benthos sampai
konsumen tingkat tinggi.
Percobaan awal dalam
penentuan produktivitas sekunder oleh Boysen Jensen (1919), metode yang
digunakan telah mengalami perbaikan terus menerus (Winberg 1971, Waters 1977,
Crisp 1984). Saat ini, metode yang paling umum adalah increment summation method, the removal summation method, the
instantaneous growth method and a production estimate by the Allen curve. Semua
metode ini didasarkan pada analisis dan bobot yang tergantung dari kelompok
sampel berdasarkan interval waktu. Gillespie & Benke (1979) mengatakan
bahwa keempat metode tersebut mengarah pada hasil yang sama.
Dalam ekologi, produksi
sekunder diperlukan tidak hanya dari kelimpahan spesies tunggal, tetapi juga susunan
keseluruhan komunitas. Dalam sampel penelitian terdapat sejumlah individu
tertentu yang tidak dapat berkaitan dengan sebuah cohort, atau yang termasuk
dalam spesies yang hanya diwakili oleh beberapa hewan. Hal ini yang menjadi
alasan untuk menggunakan persamaan empiris oleh Schwinghamer et al.(1986) untuk makrobenthos ini
lebih tepat, P/B yang berkaitan dengan rasio dan rata-rata berat tubuh pertahun. Laju pertumbuhan tergantung pada
ukuran tubuh dan terkait fisiologis (misalnya tingkat metabolisme) atau efek
ekologi berdasarkan fakta bahwa pada tubuh dengan ukuran dan pada kondisi lingkungan
yang identik beberapa spesies dari populasi yang tumbuh lebih cepat dari populasi
lainnya. Efek ini hanya bisa dilihat secara empiris karena ada hubungan tidak
tetap antara pertumbuhan dan kematian (mortalitas). Dengan kata lain, spesimen
dapat bertambah besar karena adanya pertumbuhan. Rasio P/B linear akan meningkat
dengan meningkatnya rata-rata berat tubuh pertahun.
Studi literatur
mengenai produktivitas sekunder kali ini terkait penelitian terhadap spesies
makrobenthos di zona pasang surut daerah Ria Formosa (Selatan Portugal), sistematik
produksi sekunder tahunan makrobenthik dari
berbagai kelompok dan jenis makanan dan kondisi suhu yang baik sepanjang tahun. Saat musim dingin
suhu air minimal sekitar 120C dan maksimal 280C saat
musim panas dan terdapatnya sisa-sisa hewan yang diperoleh dari detritus (adanya
makrophytes makroalgae) yang memungkinkan yang berpotensi selalu ada sepanjang
tahun.
1.2 Tujuan
Studi ini dilakukan
untuk membuktian penggunaan persamaan empiris perbandingan (rasio) produksi dan
biomassa dalam penentuan produktivitas sekunder makrobenthos pada kondisi
lingkungan pasang surut (intertidal) non boreal di Ria Formosa (Selatan
Portugal).
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Produktivitas Sekunder
Produksi sekunder merupakan fungsi pengukuran dinamika
populasi, termasuk di dalamnya prosesyang terjadi pada level individu, populasi
maupun ekosistem (Carlisle Daren M. & Clements William H 2003). Produksi
sekunder adalah ukuran komposit sebuah kepadatan populasi biota, biomassa dan
pertumbuhan selama kurun waktu tertentu (Rose Lori Valentine, Rypel Andrew L,
Layman Craig A 2011). Hewan-hewan herbivora yang mendapat bahan-bahan organik
dengan memakan fitoplankton merupakan produsen kedua di dalam sistem rantai
makanan. Hewan -hewan karnivora yang memangsa binatang herbivora adalah
produsen ketiga begitu seterusnya rentetan-rentetan karnivora-karnovora yang
memangsa karnivora yang lain, merupakan tingkat ke empat, kelima dan sampai
pada tingkat yang lebih tinggi (sehingga
dinamakan trofik level) dalam sistem rantai makanan. Perpindahan ikatan
organik dari satuu trofik level ke
trofik level berikutnya merupakan suatu proses yang relatif tidak efisien. Di
laut bebas dan banyak tempatdi daratan efisien perpindahannya dari satu tingkat
ke tingkat berikutnya dipercaya hanya sebesar
kira -kira 10%. Itu berarti bahwa dari 100 unit bahan organik yang
diproduksi oleh produsen pertama hanya 10 unit yang dapat dimanfaatkan oleh
produsen kedua, 1 unit oleh produsen
ketiga dan demikian seterusnya yang terjadi di sepanjang rantai makanan ini.
Sifat khas rantai makanan mempunyai pengaruh yang penting
dalam menentukan jumlah produksi ikan di
beberapa area. Sebagai contoh produksi ikan di beberapa area dimana terjadi upwelling menunjukkan hasil yang
melimpah jika dibandingkan dengan bagian
laut yang lain. Pertama, hal ini disebabkan karena hasil produksi primer yang tinggi oleh
banyaknya fitoplankton. Kedua, di daerah upwelling
perpindahan bahan dari satu trofik level ke trofik level berikutnya dalam
rantai makanan terjadi lebih efisien jika dibandingkan dengan tempat-tempat
yang lain. Pertimbangan yang lain adalah jumlah trofik level yang ada di dalam
rantai makanan. Banyak tempat dimana terjadi upwelling hanya mempunyai dua atau tiga trofik level antara ikan
dengan fitoplankton jika dibandingkan dengan daerah lautan lain yang
kadang-kadang sampai enam tingkatan. Makin pendek rantai makanan akan
menghasilkan produksi ikan yang makin tinggi. Hal ini disebabkan karena mereka
dapat menghindari kehilangan bahan-bahan organik yang seharusnya dipergunakan
untuk menambah setiap kenaikan trofik level pada sistem rantai makanan yang
lebih besar. Akibatnya makin besar jumlah bahan-bahan produksi yang dihasilkan
oleh produsen utama yang menjadi terikat ke dalam jaringan tubuh ikan.Berikut
adalah gambar mengenai perpindahan energi pada daerah-daerah yang memunyai
trofik level berbeda dalam sistem rantai makanan.
Diagram
perpindahan jumlah energi pada trofik level berbeda dalam
sistem
rantai makanan (Meadows dan Campbell 1978 in Hutabarat S dan Evans S.M. 2008)
2.2 Karakteristik Zona Intertidal
Karakteristik daerah intertidal
beragam berdasarkan tipe susbstrat, rataan atau morfologi pantai, luas atau
lebar area, dan kemiringan pantai. Hal ini menyebabkan.keragaman kepadatan
biota dan persen tutupan komunitas intertidal realtiff tinggi yang ditunjukkan
oleh simpangan baku yang tinggi.Meskipun demikian komposisi biota dan komunitas
intertidal, relatif sama.. Komunitas intertidal di Puna lebih dominan kelompok
“grazer” dan populasi biota seperti kelompok moluska (Littorina, Neritadan Crassostrea) dan kelompok echinodermata (bulu
babi dan bintang laut) sangat dominan.Umumnya hewan-hewan grazerakan sangat
tergantung dengan keberadaan produser (rumput laut atau lamun) (Lesser, 2011)
2.3 Keanekaragaman dan karakteristik Makrobentos
2.3.1
Bivalvia
Bivalvia adalah kelas dalam moluska yang mencakup semua kerang-kerangan: memiliki sepasang cangkang (nama
"bivalvia" berarti dua cangkang). Nama lainnya adalah Lamellibranchia, Pelecypoda, atau bivalva. Ke dalam kelompok ini
termasuk berbagai kerang, kupang, remis, kijing, lokan, simping, tiram, serta kima; meskipun
variasi di dalam bivalvia sebenarnya sangat luas.
Kerang-kerangan
banyak bermanfaat dalam kehidupan manusia sejak masa purba. Dagingnya
dimakan sebagai sumber protein. Cangkangnya dimanfaatkan sebagai
perhiasan, bahan kerajinan tangan,
bekal kubur, serta alat pembayaran pada masa lampau. Mutiara dihasilkan oleh beberapa jenis tiram. Pemanfaatan modern juga
menjadikan kerang-kerangan sebagai biofilter
terhadap polutan. (Franc, A. 1960). Adapun bivalvia yang digunakan
untuk penetuan produktivitas sekunder antara lain: (Abra ovata),(kerastoderma
edule), (Lories lacteus), (Scerobicularia plana), (Telina tenuis).
2.3.2 Gastropoda
Gastropoda adalah kelas dari phylum
molusca berada dari kata gaster artinya perut dan podos artinya kaki,
Gastropoda adalah hewan yang bertubuh lunak berjalan dengan perut dalam hal ini
disebut kaki. Jenis hewan ini hidup dilaut dan diair tawar sebagian besar hewan
ini mempunyai cangkok atau rumah yang membentuk kerucut. bentuk tubuhnya
simetris bilateral. Adapun Gastropoda yang digunakan untuk penetuan
produktivitas sekunder antara lain :( Bitium
reticulatum), (Cyclope neritera), (Haminea hydatis), (Hydriba ulvae), (Mesalia brevialis),
2.3.3 Polychaeta
Polychaeta berasal dari kata poly = banyak dan chaeta =
rambut polychaeta merupakan cacing yang
memiliki banyak rambut. Ciri-ciri Polychaeta tubunhya beruas-ruas terdiri dari
tiga bagian yaitu kepala, badan dan ekor. Polychaeta memiliki alat regak berupa
parapodia, habitanya diair laut dan berkembangbiak secara seksual. Adapun
Polychaeta yang di tentukan sebagai produktifitas sekunder salah satunya adalah
Nereis Sp. Nereis sp yang bentuknya
pipih, memiliki celom dan bergerak menggunakan parapodia.(Suwignyo et al.,1998
dan Romimohtarto, 2001).
2.3.4 Krustacea
Krustasea
adalah suatu kelompok besar dari artropoda,
terdiri dari kurang lebih 52.000 spesies yang terdeskripsikan,
dan biasanya dianggap sebagai suatu subfilum.Kelompok
ini mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti lobster,
kepiting,
udang,
udang karang,
serta teritip.
Mayoritas merupakan hewan air, baik air
tawar maupun laut,
walaupun beberapa kelompok telah beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat.
Kebanyakan anggotanya dapat bebas bergerak, walaupun beberapa takson
bersifat parasit
dan hidup dengan menumpang pada inangnya. (Carl L. Reiber
and Iain J. McGaw 2009).
2.3.5 Keanekargaman
Makrobentos
Berdasarkan keberadaannya di
perairan, makrobentos digolongkan menjadi kelompok epifauna, yaitu hewan bentos
yang hidup melekat pada permukaan dasar perairan, sedangkan hewan bentos yang
hidup di dalam dasar perairan disebut infauna. Tidak semua hewan dasar hidup
selamanya sebagai bentos pada stadia lanjut dalam siklus hidupnya. Hewan bentos
yang mendiami daerah dasar misalnya kelas polychaeta, echinordemata dan moluska
mempunyai stadium stadium larva yang seringkali ikut terambil pada saat
melakukan pengambilan contoh plankton ( Daroyah, 2007 ).
Komunitas bentos dapat juga
dibedakan berdasarkan pergerakannya, yaitu kelompok hewan bentos yang hidupnya
menetap (sesile), dan hewan bentos
yang hidupnya berpindah-pindah (motile).
Hewan bentos yang hidup sesile
seringkali digunakan sebagai indikator kondisi perairan (Setyobudiandi, 1997).
Distribusi bentos dalam ekonomi
perairan alam mempunyai peranan penting dari segi aspek kualitatif dan
kuantitatif. Untuk distribusi kualitatif, keadaan jenis dasar berbeda terdapat
aksi gelombang dan modifikasi lain yang membawa keanekaragaman fauna pada zona
litoral. Zona litoral mendukung banyaknya jumlah keanekaragaman fauna yang
lebih besar dari pada zona sublitoral dan profundal. Populasi litoral dan sub
litoral, khusunya bentuk mikroskopis. Terdapat banyak serangga dan moluska, dua
kelompok ini biasannya sebanyak 70 % atau lebih dari jumlah komponen spesies
yang ada.
2.3.6 Karakteristik
Kerang
adalah hewan air yang termasuk hewan bertubuh lunak (moluska). Pengertian
kerang bersifat umum dan tidak memiliki arti secara biologi namun penggunaannya
luas dan dipakai dalam kegiatan ekonomi. Dalam pengertian paling luas, kerang
berarti semua moluska dengan sepasang cangkang.
Kata
kerang dapat pula berarti semua kerang-kerangan yang hidupnya menempel pada
suatu obyek. Ke dalamnya termasuk jenis-jenis yang dapat dimakan, seperti
kerang darah dan kerang hijau (kupang awung), namun tidak termasuk jenis-jenis
yang dapat dimakan tetapi menggeletak di pasir atau dasar perairan, seperti
lokan dan remis.
Kerang
juga dipakai untuk menyebut berbagai kerang-kerangan yang bercangkang tebal,
berkapur, dengan pola radial pada cangkang yang tegas. Dalam pengertian ini,
kerang hijau tidak termasuk di dalamnya dan lebih tepat disebut kupang.
Pengertian yang paling mendekati dalam bahasa Inggris adalah cockle.
Semua
kerang-kerangan memiliki sepasang cangkang (disebut juga cangkok atau katup)
yang biasanya simetri cermin yang terhubung dengan suatu ligamen (jaringan
ikat). Pada kebanyakan kerang terdapat dua otot adduktor yang mengatur
buka-tutupnya cangkang.
Kerang
tidak memiliki kepala (juga otak) dan hanya simping yang memiliki mata. Organ
yang dimiliki adalah ginjal, jantung, mulut, dan anus. Kerang dapat bergerak
dengan "kaki" berupa semacam organ pipih yang dikeluarkan dari
cangkang sewaktu-waktu atau dengan membuka-tutup cangkang secara mengejut.
Cangkang
adalah rangka luar pada kerang. Cangkang ini dibentuk oleh sel-sel cangkang
(epitel mantel) yang mengeluarkan secreta . Cangkang terdiri dari 3 lapisan
dari luar kedalam, adalah :
a. Periostracum ,yang berwarna
hitam,terbuat dari bahan tanduk yang disebut cocchiolin.
b. Prismatic ,yang tersusun dari
kristal-kristal kalsium karbonat (zat kapur yang berbentuk prisma)
c. Lapisan nacreas (mutiara) ,juga
terdiri dari kristal-kristal kalsium karbonat (zat kapur yang berbentuk prisma
tetapi susunannya lebih rapat.
d. Engsel cangkang dibentuk oleh
jaringan ikat yang disebut ligamentum. Kedua cangkang dapat membuka dan menutup
, karena adanya dua otot adductor ,satu terletak di bagian anterior dan satunya
lagi terdapat di bagian posterior.
2.4 Body Weight/ Bobot
Pertumbuhan adalah
pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat. Pertumbuhan dipengaruhi faktor
genetik, hormon, dan lingkungan (zat hara). Ketiga faktor tersebut bekerja
saling mempengaruhi, baik dalam arti saling menunjang maupun saling menghalangi
untuk mengendalikan perkembangan ikan. (Fujaya,1999)
2.5 Biomassa
Dalam ekologi, biomassa adalah massa organisme biologis hidup
di suatu area atau ekosistem pada suatu waktu tertentu. Biomassa
pada ekologi dapat mengacu pada biomassa spesies, yang merupakan massa
dari satu atau lebih spesies, atau biomassa
komunitas yang merupakan
massa dari seluruh spesies pada suatu komunitas. Massa dapat mencakup
mikroorganisme, tumbuhan, dan hewan hidup. Nilai massa ini dapat diekspresikan
sebagai massa rata-rata per unit luas, atau total massa dari suatu komunitas.( Foley, JA 2007)
Bagaimana biomassa diukur bergantung pada
mengapa biomassa tersebut diukur. Terkadang biomassa dipertimbangkan sebagai
massa alami dari suatu organisme pada kawasan tersebut (in situ)
sebagaimana mestinya. Seperti contoh pada perikanan salmon,
biomassa salmon dapat dikatakan sebagai total berat salmon
yang terukur ketika salmon diangkat dari air. Pada konteks lain, biomassa dapat
diukur sebagai massa organik kering, sehingga hanya 30% dari total berat
sebenarnya yang mungkin, dan sisanya adalah air. Untuk
tujuan lain, hanya jaringan biologis hidup yang dihitung sehingga tulang, gigi, dan cangkang tidak termasuk. ( Ricklefs,
et al 2,000).
Pada aplikasi yang lebih sepit, biomassa
diukur sebagai massa dari karbon yang terikat
secara organik yang
ada pada makhluk hidup. Terlepa dari keberadaan bakteri,
total biomassa hidup yang ada di bumi diperkirakan mencapai 560 miliar ton
karbon, dengan total produksi
primer dari biomassa
hanya sekitar 100 miliar ton karbon per tahun. Namun total biomassa bakteri
mungkin melebihi nilai tersebut.
Ø
Piramida ekologis adalah penggambaran yang meunjukan
hubungan antara biomassa dan tingkatan trofik pada suatu ekosistem.
Ø
Piramida biomassa adalah piramida yang menunjukan
jumlah biomassa pada tingkatan trofik.
Dasar dari sebuah piramida merupakan
produsen primer (organisme autotrof). Produsen
primer mengambil energi dari lingkungan dalam bentuk cahaya matahari atau
bahankimia anorganik dan menggunakannya untuk
membuat molekul kaya energi seperti karbohidrat. Mekanisme
ini disebut dengan produksi primer. Piramida
lalu bergerak melalui berbagai tingkatan trofik menuju predator tingkat tinggi. Ketika energi dipindahkan dari
satu tingkatan trofik ke tingkatan berikutnya, umumnya hanya sepuluh persen
yang digunakan untuk membangun biomassa baru. Sisanya yang berupa 90% menuju
proses metabolik dan dilepaskan sebagai panas. Energi yang hilang ini berarti
produktivitas piramida tidak pernah terbalik dan umumnya membatasi rantai
makanan hanya sampai enam tingkat. Namun di lautan, piramodai biomassa dapat
terbalik sebagian atau seluruhnya dengan jumlah biomassa yang lebih banyak pada
tingkatan yang lebih tinggi ( Haberl, H 2007).
3. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Pengambilan Contoh
Studi
dilakukan di Ria Formosa selatan Portugal dan
diambil dari 3 stasiun (mud flat, sand flat, dan seagrass bed) di zona
intertidal/pasang surut.
Gambar 1. Lokasi
penelitian
3.2 Metode pengambilan contoh
Data penelitian di ambil dari 3
stasiun (mud flat, sand flat, dan seagrass bed) di zona intertidal/pasang surut.
Sampling dimulai pada bulan kedua tahun 1990 sampai tahun 1991. Keseluruhan
sampling terhitung sebanyak 7 kali.
3.3. Increment summation methode
Produksi sekunder dalam studi ini
diestimasi dengan menggunakan metode “increment
summation” sebagaimana yang disajikan pada Gambar 1 (Lihat gambar 1:
intraspesifik rasio produksi tahunan terhadap biomassa tahunan rata-rata 3
jenis biota)
P1.2 =
{( n1
+ n2 )/ 2(w2 – w1)
P1,2
Menunjukkan produksi antara dua waktu sampling
n1,n2
Menunjukkan kelimpahan biota selama 2 waktu sampling
w1,w2 Menunjukkan berat tubuh kering bebas abu
(AFDW) biota pada 2 waktu sampling
Apabila pada data
sampling terlihat jumlah individu dewasa meningkat atau kadang-kadang tidak
ditemukan individu pada kohort terentu, maka nilainya dapat dicarimelalui
perhitungan rata-rata data sampling terdekat.
Pada zona intertidal, biota Carcinus maenas memiliki laju
pertumbuhan instan, sehingga dilakukan perhitungan data yang diambil dari dari
2 kelas tahun yang berada
Kelas
tahun pertama: W = 0,264 e0.0207nd, = 91, r = 0,55
Kelas tahun kedua: W = 73,27
e0.0'33dn, = 8, r =0.62
Keterangan:
w:
Berat tubuh(mg AFDW), d: jumlah hari selama sampling, n: jumlah data, r:
koefisien korelasi
Pada kondisi tertentu,
beberapa individu tidak dapat dihubungkan dengan kohort. Pada kondisi ini,
rasio P/B dihitung dari kohort yang berhasil diidentifikasi. Estimasi ini
dikenaldengan tipe “rasio P/B spesies pada rata-rata bobot tubuh w”.
Nilai P/B ind (rasio P/B untuk bobot
tubuh individu wind) dapat diekstrapolasi menggunakan eksponensial
bobot -0,25 melalui nilai“rasio P/B spesies”sebagaimana formula berikut:
P/Bind = (P/Bspec / W -0.25
) Wind -0.25 ; P/B spec = P/B
spesies
Bobot tubuh tahunan
rata-rata dihitung dari AFDW (selama 3 jam 45 derajat C) keseluruhan tubuh
biota (termasuk cangkang dan daging) yang diperoleh selama 7 kalisampling. Nilai sampling ke-1 dan
ke-7 dirata-ratakan menjadi 1 nilai. Hal ini dikarenakan kedua sampling ini
dilakukan pada musim yang sama.
Bobot
tubuh (Mg)diestimasi dari nilai bobot rata-rata biota yang berada pada satu
kohort ketika spesiemen pertama pada kohort berikutnya terlihat pada sampel.
Nilai produksi dan biomassa
dihubungkan dengan umur individu.Rasio P/B dihitung dari nilai produksi dan
biomassa pada kohort selama 1 tahun.
Nilai
pada tabel 1 diperoleh dari hubungan regresi antara nilai rasio P/B dengan
bobot tubuh tahunan rata-rata (w) dengan persamaan P/B
= aWb .
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Perbandingan
Intraspesies (spesies yang sama)
Hasil penelitian terhadap spesies yang sama
(intraspesies) dan spesies yang berbeda (interspesies) menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan hubungan rasio P/B dengan bobot tubuh. Fauna yang hidup di
daerah zona intertidal diduga didominasi memiliki rentang hidup sekitar 1 tahun
(hanya beberapa saja yang mampu hidup lebih lama). Carcinus maenas memilih untuk melakukan migrasi ke daerah subtidal
setelah tahun pertama. Hanya 3 spesies yang ditemukan memiliki rentang hidup
lebih lama yaitu Mesalia brevialis, Cyclope netritea, dan Scrobicularia plana. Secara keseluruhan, nilai eksponensial yang menghubungkan
antara bobot tubuh yang bervariasi antar biota yang sama (intraspesies) dengan
rasio P/B adalah -0.25 (lihat tabel 1).
Tabel 2. Rasio P/B
Species
|
a
|
b
|
r
|
n
|
Mesalia brevialis
|
6.95 ± 0.15
|
-0.309 ± 0.043
|
-0.87
|
18
|
Cyclope neritea
|
5.07 + 0.41
|
0.307 f 0.152
|
-0.71
|
6
|
Scrobicular~ap lana
|
3.84 ± 0.19
|
0.159 + 0.047
|
-0.71
|
13
|
4.12 Perbandingan Interspesies (spesies yang berbeda)
Rasio P/B, bobot tubuh
tahunan rata-rata, dan bobot tubuh pada saat pertama kali matang gonad (Mg)
disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 2. Nilai rasio P/B antar spesies menunjukkan
variasi yang tinggi. Sedangkan untuk spesies yang sama pada stasiun yang
berbeda menunjukkan rasio P/B yang sangat berbeda (Bittium reticulatum, Nereis diverssicolor, Cyathura carinata). Nilai eksponensial -0.25 dan
-0.304 dapat digunakan untuk menentukan hubungan antara bobot tubuh dan rasio
P/B biota yang berbeda jenis (interspesies).
Tabel 2. Rasio P/B antar spesies
Spesies
|
Locality
|
P/B
|
W
|
Bivalvia
|
|
||
Abra ovata
|
Mud
|
2.3
|
1.2
|
Cerastodermaedule
|
sand
|
4.8
|
32.8
|
Lonpes lactus
|
Seagrass
|
1.1
|
11.2
|
Scroculana
|
Mud
|
1.8
|
90.8
|
Tellina tenuis
|
sand
|
1.9
|
13.4
|
Gastropda
|
|
||
Britum reticaltum
|
sand
|
2.1
|
1.2
|
Britum reticaltum
|
Seagrass
|
1.3
|
1.8
|
Cyclope neritea
|
sand
|
2.0
|
13.7
|
Haminea hydatis
|
Seagrass
|
1.7
|
7.5
|
Hydrobia ulvae
|
Mud
|
1.8
|
0.6
|
Mesalia brevalis
|
sand
|
1.8
|
7.0
|
Polychaeta
|
|
||
Audoinia filigera
|
Seagrass
|
3
|
9.1
|
Gylacera concoluta
|
Seagrass
|
3.4
|
7.3
|
Melinna paimataa
|
Seagrass
|
2.3
|
3.9
|
Nereis diversicolor
|
Seagrass
|
5.3
|
4.0
|
Nereis diversicolor
|
Mud
|
3.3
|
5.3
|
Crustacea
|
|
||
Carcinus maenas
|
Mud
|
6.4
|
141.7
|
Cythura carnata
|
Seagrass
|
3.0
|
1.0
|
Cythura carnata
|
Mud
|
1.8
|
1.7
|
Idotea chelipes
|
Seagrass
|
3.8
|
0.8
|
Upogebia pusulla
|
Seagrass
|
3.1
|
73.8
|
4.2 Pembahasan
Dugaan
nilai P/B antara data yang berasal dari Rio Formosa dengan data yang berasal
dari studi literatur menunjukkan variasi yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan
oleh beberapa hal, sebagai berikut:
Rasio
P/B bergantung pada struktur umur populasi. Hal ini disebabkan oleh penurunan
laju pertumbuhan spesifik-bobot. Pertumbuhan dan laju metabolisme menunjukkan hubungan
yang sangat erat. Hemmingsen (1960) menyimpulkan bahwa nilai eksponensial bobot
laju metabolisme spesies umumnya -0.25. Hal ini masih sejala dengan nilai
eksponen bobot pada laju metabolisme mutlak yang mencapai 0.75. Oleh karena
itu, nilai eksponensial sebesar -0.25 rasio P/B dan bobot tubuh intraspesies
masih masuk akal.
Rasio
P/B beragntung pada kondisi lingkungan. Hal ini mencakup aspek spasial maupun
temporal. Variasi nilai produksi berkisar antara 0 sampai maksimum. Di daerah
temperate, biota umumnya mati kelaparan karena singkatnya periode ketersediaan
makanan serta kondisi fisiologis yang rentan. Penurunan bobot tubuh dapat pula
terjadi sangat cepat karena biota melakukan proses pengeluaran gamet.
Sebaliknya, produksi sekunder digunakan sebagai susbstansi untuk menunjang
kehidupan tubuh biota selama kurun waktu tertentu. Berdasarkan fakta ini, maka
1 tahun merupakan kurun waktu yang nyaman bagi biota untuk melangsungkan
kehidupan, karena di dalam kurun waktu tersebut biota telah berhasil melewati
masa kritis akibat rendahnya kondisi fisiologis.
Kondisi
nutrisi/gizi yang ditentukan oleh faktor beragamnya cara makan dan posisi biota
dalam trofik level juga mempengaruhi nilai P/B. Produksi yang tinggi
ditunjukkan oleh biota tipe karnivora (Carcinus
maenas); lihat Gambar 2. Berbeda
dengan kelompok biota filter feeder
yang masih membutuhkan strategi mencari makanan untuk melangsungka kehidupan.
5. KESIMPULAN
Cara
terbaik yang dapat digunakan untuk menunjukkan produktivitas sekunder dari
nilai bobot tubuh dan biomassa biota
adalah dengan melakukan ekstrapolasi melalui regresi.
DAFTAR PUSTAKA
Boysen Jensen, P. (1919). Valuation of the Limfjord. I Rep. Dan. Biol.
Stn 26: 3-4
Brown,
Sandra, 1997. Estimating Biomass and
Biomass Change of Tropical Forests: a Primer. (FAO Forestry Paper -
134). FAO, Rome.
Carl L. Reiber and Iain J. McGaw (2009).
"A Review of the “Open” and “Closed” Circulatory Systems: New Terminology
for Complex Invertebrate Circulatory Systems in Light of Current Findings".
International Journal of Zoology.
Carlisle
Daren M. & Clements William H. 2003. Growth and secondary production of
aquatic insects along a gradient of Zn contamination in Rocky Mountain streams.
J. N. Am. Benthol. 22(4): 582–597
Crisp, D. J. (1984). Energy flow measurements. In:
Holme,N. A.. McIntyre, A. D. (eds.) Methods for the study of marine benthos.
Blackwell, Oxford, p. 284-372
Effendie,
M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.163
hal.
Foley, JA;
Monfreda, C; Ramankutty, N and Zaks, D (2007) Our share of the planetary pie Proceedings
of the National Academy of Sciences of the USA, 104(31): 12585–12586. Download
Franc,
A. (1960): Classe de Bivalves. In: Grassé, Pierre-Paul: Traite de
Zoologie 5/II.
Fujaya,
Y. 1999.Fisiologi ikan. Rineka Cipta; Jakarta.
Gillespie,
D. M., Benke, A. C. (1979). Methods of calculatingcohort production from field
data - some relationships. Limnol. Oceanogr. 24: 171- 176
Haberl, H; Erb, KH; Krausmann, F;
Gaube, V; Bondeau, A; Plutzar, C; Gingrich, S; Lucht, W and Fischer-Kowalski, M
(2007) Quantifying and mapping the human
appropriation of net primary production in earth's terrestrial ecosystems Proceedings
of the National Academy of Sciences of the USA, 104(31):12942-12947. Download
Hemminga,
M.A. and C.M. Duarte. 2000. Sea grass ecology.Cambridge University Press, UK.
308p
Lesser, M. 2011. Advances in marine
biology. Academic Press.USA. 215p.
Pari,
G. dan Hartoyo, 1983.Beberapa Sifat Fisis Dan Kimia Briket Arang Dari Limbah
Arang Aktif. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor
Ricklefs, Robert E.; Miller, Gary Leon (2,000). Ecology (ed. 4th). Macmillan.
hlm. 192.ISBN 978-0-7167-2829-0.
Romimohtarto, K. 2001. Biota laut : Ilmu pengetahuan
tentang Biota laut. Djambatan, Jakarta.
Rose
Lori Valentine, Rypel Andrew L, Layman Craig A. 2011. Community secondary
production as a measure of ecosystem function: a case study with aquatic
ecosystem fragmentation. Bulletin of Marine Science. 87(4): 913- 937
Silalahi,
2000. Penelitian Pembuatan Briket Kayu Dari Serbuk Gergajian Kayu. Hasil
Penelitian Industri DEPERINDAG. Bogor
Suwignyo, S., Bambang, W., Yusli, W., Majariana, K.
1998. Avertebrata untuk mahasiswa perikanan. Jilid II. Fak. Perikanan dan Ilmu
Kelauta IPB. Bogor.
Waters, T. F. (1977). Secondary production in inland waters. Adv. ecol.
Res. 10: 91-164
Widardo
dan Suryanta, 1995. Membuat Bioarang dari Kotoran Lembu.Cetakan Ke- 6 tahun
2008. Kanisius. Bogor
Winberg,
G. G. (1971). Methods for the estimation of production of aquatic animals.
Academic Press, London
Lampiran
Cerastoderma edule
|
Carcinus Maenas
|
cacing laut (Nereis sp.)
|
Cyclope. Neritea
|
ESTIMASI
PRODUKTIVITAS SEKUNDER MAKROBENTHOS BERDASARKAN BERAT BADAN DAN BIOMASSA : UJI
LAPANGAN DI HABITAT INTERTIDAL NON-BOREAL
Oleh:
Kelompok
III
1.
Dudi Muhammad Wildan (C251140011)
2.
M. Charis Kamarullah (C251140091)
3.
Sri Rezeki (C251140111)
MAYOR
PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
SEKOLAH
PASCA SARJANA
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
2014
Daftar Isi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar