Minggu, 30 November 2014

ESTIMASI PRODUKTIVITAS SEKUNDER MAKROBENTHOS BERDASARKAN BERAT BADAN DAN BIOMASSA : UJI LAPANGAN DI HABITAT INTERTIDAL NON-BOREAL



1.     PENDAHULUAN


1.1   Latar belakang


Produktivitas merupakan laju penyimpanan energi oleh suatu komunitas dalam ekosistem. Produktivitas terkait proses produksi, termasuk tambahan individu yang baru lahir dan biomassa individu yang tidak mencapai periode akhir. Produktivitas sekunder terkait hasil pembentukan biomassa oleh biota herbivor setelah memanfaatkan sumber energi yang dibentuk biomassa primer. Didalam suatu ekosistem terdapat produsen dan konsumen sehingga dalam ekosistem ditemukan aspek produktivitas, baik oleh produsen (produktivitas primer) maupun produktivitas konsumen (produktivitas sekunder). Produktivitas sekunder merupakan penggunaan energi pada hewan dan mikroba (heterotrof). Produktivitas sekunder merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh konsumen. Produktivitas sekunder pada dasarnya adalah asimilasi pada tingkatan konsumen.
Benthos merupakan organisme yang melekat atau hidup sedimen di dasar perairan. Hewan benthos hidup relatif menetap. Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu, karena hewan benthos terus menerus terbawa oleh air yang kualitasnya berubah-ubah sehingga dapat berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga benthos sampai konsumen tingkat tinggi.
Percobaan awal dalam penentuan produktivitas sekunder oleh Boysen Jensen (1919), metode yang digunakan telah mengalami perbaikan terus menerus (Winberg 1971, Waters 1977, Crisp 1984). Saat ini, metode yang paling umum adalah increment summation method, the removal summation method, the instantaneous growth method and a production estimate by the Allen curve. Semua metode ini didasarkan pada analisis dan bobot yang tergantung dari kelompok sampel berdasarkan interval waktu. Gillespie & Benke (1979) mengatakan bahwa keempat metode tersebut mengarah pada hasil yang sama.
Dalam ekologi, produksi sekunder diperlukan tidak hanya dari kelimpahan spesies tunggal, tetapi juga susunan keseluruhan komunitas. Dalam sampel penelitian terdapat sejumlah individu tertentu yang tidak dapat berkaitan dengan sebuah cohort, atau yang termasuk dalam spesies yang hanya diwakili oleh beberapa hewan. Hal ini yang menjadi alasan untuk menggunakan persamaan empiris oleh Schwinghamer et al.(1986) untuk makrobenthos ini lebih tepat, P/B yang berkaitan dengan rasio dan rata-rata berat tubuh  pertahun. Laju pertumbuhan tergantung pada ukuran tubuh dan terkait fisiologis (misalnya tingkat metabolisme) atau efek ekologi berdasarkan fakta bahwa pada tubuh dengan ukuran dan pada kondisi lingkungan yang identik beberapa spesies dari populasi yang tumbuh lebih cepat dari populasi lainnya. Efek ini hanya bisa dilihat secara empiris karena ada hubungan tidak tetap antara pertumbuhan dan kematian (mortalitas). Dengan kata lain, spesimen dapat bertambah besar karena adanya pertumbuhan. Rasio P/B linear akan meningkat dengan meningkatnya rata-rata berat tubuh pertahun.
Studi literatur mengenai produktivitas sekunder kali ini terkait penelitian terhadap spesies makrobenthos di zona pasang surut daerah Ria Formosa (Selatan Portugal), sistematik  produksi sekunder tahunan makrobenthik dari berbagai kelompok dan jenis makanan dan kondisi suhu  yang baik sepanjang tahun. Saat musim dingin suhu air minimal sekitar 120C dan maksimal 280C saat musim panas dan terdapatnya sisa-sisa hewan yang diperoleh dari detritus (adanya makrophytes makroalgae) yang memungkinkan yang berpotensi selalu ada sepanjang tahun.

1.2   Tujuan


Studi ini dilakukan untuk membuktian penggunaan persamaan empiris perbandingan (rasio) produksi dan biomassa dalam penentuan produktivitas sekunder makrobenthos pada kondisi lingkungan pasang surut (intertidal) non boreal di Ria Formosa (Selatan Portugal).
















2.      TINJAUAN PUSTAKA


2.1.      Produktivitas Sekunder


Produksi sekunder merupakan fungsi pengukuran dinamika populasi, termasuk di dalamnya prosesyang terjadi pada level individu, populasi maupun ekosistem (Carlisle Daren M. & Clements William H 2003). Produksi sekunder adalah ukuran komposit sebuah kepadatan populasi biota, biomassa dan pertumbuhan selama kurun waktu tertentu (Rose Lori Valentine, Rypel Andrew L, Layman Craig A 2011). Hewan-hewan herbivora yang mendapat bahan-bahan organik dengan memakan fitoplankton merupakan produsen kedua di dalam sistem rantai makanan. Hewan -hewan karnivora yang memangsa binatang herbivora adalah produsen ketiga begitu seterusnya rentetan-rentetan karnivora-karnovora yang memangsa karnivora yang lain, merupakan tingkat ke empat, kelima dan sampai pada tingkat yang lebih tinggi (sehingga  dinamakan trofik level) dalam sistem rantai makanan. Perpindahan ikatan organik  dari satuu trofik level ke trofik level berikutnya merupakan suatu proses yang relatif tidak efisien. Di laut bebas dan banyak tempatdi daratan efisien perpindahannya dari satu tingkat ke tingkat berikutnya dipercaya hanya sebesar  kira -kira 10%. Itu berarti bahwa dari 100 unit bahan organik yang diproduksi oleh produsen pertama hanya 10 unit yang dapat dimanfaatkan oleh produsen kedua, 1  unit oleh produsen ketiga dan demikian seterusnya yang terjadi di sepanjang  rantai makanan ini.
Sifat khas rantai makanan mempunyai pengaruh yang penting dalam  menentukan jumlah produksi ikan di beberapa area. Sebagai contoh produksi ikan di beberapa area dimana terjadi upwelling menunjukkan hasil yang melimpah jika  dibandingkan dengan bagian laut yang lain. Pertama, hal ini disebabkan karena  hasil produksi primer yang tinggi oleh banyaknya fitoplankton. Kedua, di daerah upwelling perpindahan bahan dari satu trofik level ke trofik level berikutnya dalam rantai makanan terjadi lebih efisien jika dibandingkan dengan tempat-tempat yang lain. Pertimbangan yang lain adalah jumlah trofik level yang ada di dalam rantai makanan. Banyak tempat dimana terjadi upwelling hanya mempunyai dua atau tiga trofik level antara ikan dengan fitoplankton jika dibandingkan dengan daerah lautan lain yang kadang-kadang sampai enam tingkatan. Makin pendek rantai makanan akan menghasilkan produksi ikan yang makin tinggi. Hal ini disebabkan karena mereka dapat menghindari kehilangan bahan-bahan organik yang seharusnya dipergunakan untuk menambah setiap kenaikan trofik level pada sistem rantai makanan yang lebih besar. Akibatnya makin besar jumlah bahan-bahan produksi yang dihasilkan oleh produsen utama yang menjadi terikat ke dalam jaringan tubuh ikan.Berikut adalah gambar mengenai perpindahan energi pada daerah-daerah yang memunyai trofik level berbeda dalam sistem rantai makanan.

Diagram perpindahan jumlah energi pada trofik level berbeda dalam
sistem rantai makanan (Meadows dan Campbell 1978 in Hutabarat S dan Evans S.M. 2008)


2.2 Karakteristik Zona Intertidal

            Karakteristik daerah intertidal beragam berdasarkan tipe susbstrat, rataan atau morfologi pantai, luas atau lebar area, dan kemiringan pantai. Hal ini menyebabkan.keragaman kepadatan biota dan persen tutupan komunitas intertidal realtiff tinggi yang ditunjukkan oleh simpangan baku yang tinggi.Meskipun demikian komposisi biota dan komunitas intertidal, relatif sama.. Komunitas intertidal di Puna lebih dominan kelompok “grazer” dan populasi biota seperti kelompok moluska (Littorina, Neritadan Crassostrea) dan kelompok echinodermata (bulu babi dan bintang laut) sangat dominan.Umumnya hewan-hewan grazerakan sangat tergantung dengan keberadaan produser (rumput laut atau lamun) (Lesser, 2011)





2.3 Keanekaragaman dan karakteristik Makrobentos

2.3.1 Bivalvia
Bivalvia adalah kelas dalam moluska yang mencakup semua kerang-kerangan: memiliki sepasang cangkang (nama "bivalvia" berarti dua cangkang). Nama lainnya adalah Lamellibranchia, Pelecypoda, atau bivalva. Ke dalam kelompok ini termasuk berbagai kerang, kupang, remis, kijing, lokan, simping, tiram, serta kima; meskipun variasi di dalam bivalvia sebenarnya sangat luas.
Kerang-kerangan banyak bermanfaat dalam kehidupan manusia sejak masa purba. Dagingnya dimakan sebagai sumber protein. Cangkangnya dimanfaatkan sebagai perhiasan, bahan kerajinan tangan, bekal kubur, serta alat pembayaran pada masa lampau. Mutiara dihasilkan oleh beberapa jenis tiram. Pemanfaatan modern juga menjadikan kerang-kerangan sebagai biofilter terhadap polutan. (Franc, A. 1960). Adapun bivalvia yang digunakan untuk penetuan produktivitas sekunder antara lain: (Abra ovata),(kerastoderma edule), (Lories lacteus), (Scerobicularia plana), (Telina tenuis).

2.3.2 Gastropoda
            Gastropoda adalah kelas dari phylum molusca berada dari kata gaster artinya perut dan podos artinya kaki, Gastropoda adalah hewan yang bertubuh lunak berjalan dengan perut dalam hal ini disebut kaki. Jenis hewan ini hidup dilaut dan diair tawar sebagian besar hewan ini mempunyai cangkok atau rumah yang membentuk kerucut. bentuk tubuhnya simetris bilateral. Adapun Gastropoda yang digunakan untuk penetuan produktivitas sekunder antara lain :( Bitium reticulatum), (Cyclope neritera), (Haminea hydatis), (Hydriba ulvae), (Mesalia brevialis),

2.3.3 Polychaeta
Polychaeta berasal dari kata poly = banyak dan chaeta = rambut  polychaeta merupakan cacing yang memiliki banyak rambut. Ciri-ciri Polychaeta tubunhya beruas-ruas terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, badan dan ekor. Polychaeta memiliki alat regak berupa parapodia, habitanya diair laut dan berkembangbiak secara seksual. Adapun Polychaeta yang di tentukan sebagai produktifitas sekunder salah satunya adalah Nereis Sp. Nereis sp  yang bentuknya pipih, memiliki celom dan bergerak menggunakan parapodia.(Suwignyo et al.,1998 dan Romimohtarto, 2001).

2.3.4 Krustacea
Krustasea adalah suatu kelompok besar dari artropoda, terdiri dari kurang lebih 52.000 spesies yang terdeskripsikan, dan biasanya dianggap sebagai suatu subfilum.Kelompok ini mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti lobster, kepiting, udang, udang karang, serta teritip. Mayoritas merupakan hewan air, baik air tawar maupun laut, walaupun beberapa kelompok telah beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat. Kebanyakan anggotanya dapat bebas bergerak, walaupun beberapa takson bersifat parasit dan hidup dengan menumpang pada inangnya. (Carl L. Reiber and Iain J. McGaw 2009).

2.3.5 Keanekargaman Makrobentos
            Berdasarkan keberadaannya di perairan, makrobentos digolongkan menjadi kelompok epifauna, yaitu hewan bentos yang hidup melekat pada permukaan dasar perairan, sedangkan hewan bentos yang hidup di dalam dasar perairan disebut infauna. Tidak semua hewan dasar hidup selamanya sebagai bentos pada stadia lanjut dalam siklus hidupnya. Hewan bentos yang mendiami daerah dasar misalnya kelas polychaeta, echinordemata dan moluska mempunyai stadium stadium larva yang seringkali ikut terambil pada saat melakukan pengambilan contoh plankton ( Daroyah, 2007 ).
            Komunitas bentos dapat juga dibedakan berdasarkan pergerakannya, yaitu kelompok hewan bentos yang hidupnya menetap (sesile), dan hewan bentos yang hidupnya berpindah-pindah (motile). Hewan bentos yang hidup sesile seringkali digunakan sebagai indikator kondisi perairan (Setyobudiandi, 1997).
            Distribusi bentos dalam ekonomi perairan alam mempunyai peranan penting dari segi aspek kualitatif dan kuantitatif. Untuk distribusi kualitatif, keadaan jenis dasar berbeda terdapat aksi gelombang dan modifikasi lain yang membawa keanekaragaman fauna pada zona litoral. Zona litoral mendukung banyaknya jumlah keanekaragaman fauna yang lebih besar dari pada zona sublitoral dan profundal. Populasi litoral dan sub litoral, khusunya bentuk mikroskopis. Terdapat banyak serangga dan moluska, dua kelompok ini biasannya sebanyak 70 % atau lebih dari jumlah komponen spesies yang ada.


2.3.6  Karakteristik

            Kerang adalah hewan air yang termasuk hewan bertubuh lunak (moluska). Pengertian kerang bersifat umum dan tidak memiliki arti secara biologi namun penggunaannya luas dan dipakai dalam kegiatan ekonomi. Dalam pengertian paling luas, kerang berarti semua moluska dengan sepasang cangkang.
            Kata kerang dapat pula berarti semua kerang-kerangan yang hidupnya menempel pada suatu obyek. Ke dalamnya termasuk jenis-jenis yang dapat dimakan, seperti kerang darah dan kerang hijau (kupang awung), namun tidak termasuk jenis-jenis yang dapat dimakan tetapi menggeletak di pasir atau dasar perairan, seperti lokan dan remis.
            Kerang juga dipakai untuk menyebut berbagai kerang-kerangan yang bercangkang tebal, berkapur, dengan pola radial pada cangkang yang tegas. Dalam pengertian ini, kerang hijau tidak termasuk di dalamnya dan lebih tepat disebut kupang. Pengertian yang paling mendekati dalam bahasa Inggris adalah cockle.
            Semua kerang-kerangan memiliki sepasang cangkang (disebut juga cangkok atau katup) yang biasanya simetri cermin yang terhubung dengan suatu ligamen (jaringan ikat). Pada kebanyakan kerang terdapat dua otot adduktor yang mengatur buka-tutupnya cangkang.
            Kerang tidak memiliki kepala (juga otak) dan hanya simping yang memiliki mata. Organ yang dimiliki adalah ginjal, jantung, mulut, dan anus. Kerang dapat bergerak dengan "kaki" berupa semacam organ pipih yang dikeluarkan dari cangkang sewaktu-waktu atau dengan membuka-tutup cangkang secara mengejut.
            Cangkang adalah rangka luar pada kerang. Cangkang ini dibentuk oleh sel-sel cangkang (epitel mantel) yang mengeluarkan secreta . Cangkang terdiri dari 3 lapisan dari luar kedalam, adalah :
a. Periostracum ,yang berwarna hitam,terbuat dari bahan tanduk yang disebut cocchiolin.
b. Prismatic ,yang tersusun dari kristal-kristal kalsium karbonat (zat kapur yang berbentuk prisma)
c.  Lapisan nacreas (mutiara) ,juga terdiri dari kristal-kristal kalsium karbonat (zat kapur yang berbentuk prisma tetapi susunannya lebih rapat.
d. Engsel cangkang dibentuk oleh jaringan ikat yang disebut ligamentum. Kedua cangkang dapat membuka dan menutup , karena adanya dua otot adductor ,satu terletak di bagian anterior dan satunya lagi terdapat di bagian posterior.

2.4 Body Weight/ Bobot

Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat. Pertumbuhan dipengaruhi faktor genetik, hormon, dan lingkungan (zat hara). Ketiga faktor tersebut bekerja saling mempengaruhi, baik dalam arti saling menunjang maupun saling menghalangi untuk mengendalikan perkembangan ikan. (Fujaya,1999)

 

2.5 Biomassa

Dalam ekologi, biomassa adalah massa organisme biologis hidup di suatu area atau ekosistem pada suatu waktu tertentu. Biomassa pada ekologi dapat mengacu pada biomassa spesies, yang merupakan massa dari satu atau lebih spesies, atau biomassa komunitas yang merupakan massa dari seluruh spesies pada suatu komunitas. Massa dapat mencakup mikroorganisme, tumbuhan, dan hewan hidup. Nilai massa ini dapat diekspresikan sebagai massa rata-rata per unit luas, atau total massa dari suatu komunitas.( Foley, JA 2007)
Bagaimana biomassa diukur bergantung pada mengapa biomassa tersebut diukur. Terkadang biomassa dipertimbangkan sebagai massa alami dari suatu organisme pada kawasan tersebut (in situ) sebagaimana mestinya. Seperti contoh pada perikanan salmon, biomassa salmon dapat dikatakan sebagai total berat salmon yang terukur ketika salmon diangkat dari air. Pada konteks lain, biomassa dapat diukur sebagai massa organik kering, sehingga hanya 30% dari total berat sebenarnya yang mungkin, dan sisanya adalah air. Untuk tujuan lain, hanya jaringan biologis hidup yang dihitung sehingga tulang, gigi, dan cangkang tidak termasuk. ( Ricklefs, et al 2,000). 
Pada aplikasi yang lebih sepit, biomassa diukur sebagai massa dari karbon yang terikat secara organik yang ada pada makhluk hidup. Terlepa dari keberadaan bakteri, total biomassa hidup yang ada di bumi diperkirakan mencapai 560 miliar ton karbon, dengan total produksi primer dari biomassa hanya sekitar 100 miliar ton karbon per tahun. Namun total biomassa bakteri mungkin melebihi nilai tersebut.
Ø  Piramida ekologis adalah penggambaran yang meunjukan hubungan antara biomassa dan tingkatan trofik pada suatu ekosistem.
Ø  Piramida biomassa adalah piramida yang menunjukan jumlah biomassa pada tingkatan trofik.
Dasar dari sebuah piramida merupakan produsen primer (organisme autotrof). Produsen primer mengambil energi dari lingkungan dalam bentuk cahaya matahari atau bahankimia anorganik dan menggunakannya untuk membuat molekul kaya energi seperti karbohidrat. Mekanisme ini disebut dengan produksi primer. Piramida lalu bergerak melalui berbagai tingkatan trofik menuju predator tingkat tinggi. Ketika energi dipindahkan dari satu tingkatan trofik ke tingkatan berikutnya, umumnya hanya sepuluh persen yang digunakan untuk membangun biomassa baru. Sisanya yang berupa 90% menuju proses metabolik dan dilepaskan sebagai panas. Energi yang hilang ini berarti produktivitas piramida tidak pernah terbalik dan umumnya membatasi rantai makanan hanya sampai enam tingkat. Namun di lautan, piramodai biomassa dapat terbalik sebagian atau seluruhnya dengan jumlah biomassa yang lebih banyak pada tingkatan yang lebih tinggi ( Haberl, H 2007).


































3.      METODE PENELITIAN


3.1   Lokasi Pengambilan Contoh

Studi dilakukan di Ria Formosa selatan Portugal dan  diambil dari 3 stasiun (mud flat, sand flat, dan seagrass bed) di zona intertidal/pasang surut.

Gambar 1. Lokasi penelitian

3.2   Metode pengambilan contoh

Data penelitian di ambil dari 3 stasiun (mud flat, sand flat, dan seagrass bed) di zona intertidal/pasang surut. Sampling dimulai pada bulan kedua tahun 1990 sampai tahun 1991. Keseluruhan sampling terhitung sebanyak 7 kali.

3.3.  Increment summation methode

Produksi sekunder dalam studi ini diestimasi dengan menggunakan metode “increment summation” sebagaimana yang disajikan pada Gambar 1 (Lihat gambar 1: intraspesifik rasio produksi tahunan terhadap biomassa tahunan rata-rata 3 jenis biota)






P1.2 =  {( n1 + n2 )/ 2(w2 – w1)
P1,2 Menunjukkan produksi antara dua waktu sampling
n1,n2 Menunjukkan kelimpahan biota selama 2 waktu sampling
w1,w2 Menunjukkan berat tubuh kering bebas abu (AFDW) biota pada 2 waktu sampling

Apabila pada data sampling terlihat jumlah individu dewasa meningkat atau kadang-kadang tidak ditemukan individu pada kohort terentu, maka nilainya dapat dicarimelalui perhitungan rata-rata data sampling terdekat.
Pada zona intertidal, biota Carcinus maenas memiliki laju pertumbuhan instan, sehingga dilakukan perhitungan data yang diambil dari dari 2 kelas tahun yang berada
Kelas tahun pertama: W = 0,264 e0.0207nd, = 91, r = 0,55
Kelas tahun kedua: W = 73,27 e0.0'33dn, = 8, r =0.62

Keterangan:
w: Berat tubuh(mg AFDW), d: jumlah hari selama sampling, n: jumlah data, r: koefisien korelasi

Pada kondisi tertentu, beberapa individu tidak dapat dihubungkan dengan kohort. Pada kondisi ini, rasio P/B dihitung dari kohort yang berhasil diidentifikasi. Estimasi ini dikenaldengan tipe “rasio P/B spesies pada rata-rata bobot tubuh w”.
Nilai P/B ind (rasio P/B untuk bobot tubuh individu wind) dapat diekstrapolasi menggunakan eksponensial bobot -0,25 melalui nilai“rasio P/B spesies”sebagaimana formula berikut:
P/Bind = (P/Bspec / W -0.25 ) Wind  -0.25 ; P/B spec = P/B spesies

Bobot tubuh tahunan rata-rata dihitung dari AFDW (selama 3 jam 45 derajat C) keseluruhan tubuh biota (termasuk cangkang dan daging) yang diperoleh selama 7 kalisampling. Nilai sampling ke-1 dan ke-7 dirata-ratakan menjadi 1 nilai. Hal ini dikarenakan kedua sampling ini dilakukan pada musim yang sama. Bobot tubuh (Mg)diestimasi dari nilai bobot rata-rata biota yang berada pada satu kohort ketika spesiemen pertama pada kohort berikutnya terlihat pada sampel.
Nilai produksi dan biomassa dihubungkan dengan umur individu.Rasio P/B dihitung dari nilai produksi dan biomassa pada kohort selama 1 tahun. Nilai pada tabel 1 diperoleh dari hubungan regresi antara nilai rasio P/B dengan bobot tubuh tahunan rata-rata (w) dengan persamaan  P/B = aWb   .

4.      HASIL DAN PEMBAHASAN

                                                 

4.1       Hasil

4.1.1    Perbandingan Intraspesies (spesies yang sama)
            Hasil penelitian terhadap spesies yang sama (intraspesies) dan spesies yang berbeda (interspesies) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hubungan rasio P/B dengan bobot tubuh. Fauna yang hidup di daerah zona intertidal diduga didominasi memiliki rentang hidup sekitar 1 tahun (hanya beberapa saja yang mampu hidup lebih lama). Carcinus maenas memilih untuk melakukan migrasi ke daerah subtidal setelah tahun pertama. Hanya 3 spesies yang ditemukan memiliki rentang hidup lebih lama yaitu Mesalia brevialis, Cyclope netritea, dan Scrobicularia plana. Secara keseluruhan, nilai eksponensial yang menghubungkan antara bobot tubuh yang bervariasi antar biota yang sama (intraspesies) dengan rasio P/B adalah -0.25 (lihat tabel 1).
Tabel 2. Rasio P/B
Species
a
b
r
n
Mesalia brevialis
6.95 ± 0.15
-0.309 ± 0.043
-0.87
18
Cyclope neritea
 5.07 + 0.41  
0.307 f 0.152
-0.71
6
Scrobicular~ap lana
3.84 ± 0.19
0.159 + 0.047
-0.71
13

4.12     Perbandingan Interspesies (spesies yang berbeda)
Rasio P/B, bobot tubuh tahunan rata-rata, dan bobot tubuh pada saat pertama kali matang gonad (Mg) disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 2. Nilai rasio P/B antar spesies menunjukkan variasi yang tinggi. Sedangkan untuk spesies yang sama pada stasiun yang berbeda menunjukkan rasio P/B yang sangat berbeda (Bittium reticulatum, Nereis diverssicolor, Cyathura carinata). Nilai eksponensial -0.25 dan -0.304 dapat digunakan untuk menentukan hubungan antara bobot tubuh dan rasio P/B biota yang berbeda jenis (interspesies).








Tabel 2. Rasio P/B antar spesies
Spesies
Locality
P/B
W
Bivalvia

Abra ovata
Mud
2.3
1.2
Cerastodermaedule
sand
4.8
32.8
Lonpes lactus
Seagrass
1.1
11.2
Scroculana
Mud
1.8
90.8
Tellina tenuis
sand
1.9
13.4
Gastropda

Britum reticaltum
sand
2.1
1.2
Britum reticaltum
Seagrass
1.3
1.8
Cyclope neritea
sand
2.0
13.7
Haminea hydatis
Seagrass
1.7
7.5
Hydrobia ulvae
Mud
1.8
0.6
Mesalia brevalis
sand
1.8
7.0
Polychaeta

Audoinia filigera
Seagrass
3
9.1
Gylacera concoluta
Seagrass
3.4
7.3
Melinna paimataa
Seagrass
2.3
3.9
Nereis diversicolor
Seagrass
5.3
4.0
Nereis diversicolor
Mud
3.3
5.3
Crustacea

Carcinus maenas
Mud
6.4
141.7
Cythura carnata
Seagrass
3.0
1.0
Cythura carnata
Mud
1.8
1.7
Idotea chelipes
Seagrass
3.8
0.8
Upogebia pusulla
Seagrass
3.1
73.8


4.2 Pembahasan

   Dugaan nilai P/B antara data yang berasal dari Rio Formosa dengan data yang berasal dari studi literatur menunjukkan variasi yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, sebagai berikut:
Rasio P/B bergantung pada struktur umur populasi. Hal ini disebabkan oleh penurunan laju pertumbuhan spesifik-bobot. Pertumbuhan dan laju metabolisme menunjukkan hubungan yang sangat erat. Hemmingsen (1960) menyimpulkan bahwa nilai eksponensial bobot laju metabolisme spesies umumnya -0.25. Hal ini masih sejala dengan nilai eksponen bobot pada laju metabolisme mutlak yang mencapai 0.75. Oleh karena itu, nilai eksponensial sebesar -0.25 rasio P/B dan bobot tubuh intraspesies masih masuk akal.
Rasio P/B beragntung pada kondisi lingkungan. Hal ini mencakup aspek spasial maupun temporal. Variasi nilai produksi berkisar antara 0 sampai maksimum. Di daerah temperate, biota umumnya mati kelaparan karena singkatnya periode ketersediaan makanan serta kondisi fisiologis yang rentan. Penurunan bobot tubuh dapat pula terjadi sangat cepat karena biota melakukan proses pengeluaran gamet. Sebaliknya, produksi sekunder digunakan sebagai susbstansi untuk menunjang kehidupan tubuh biota selama kurun waktu tertentu. Berdasarkan fakta ini, maka 1 tahun merupakan kurun waktu yang nyaman bagi biota untuk melangsungkan kehidupan, karena di dalam kurun waktu tersebut biota telah berhasil melewati masa kritis akibat rendahnya kondisi fisiologis.
Kondisi nutrisi/gizi yang ditentukan oleh faktor beragamnya cara makan dan posisi biota dalam trofik level juga mempengaruhi nilai P/B. Produksi yang tinggi ditunjukkan oleh biota tipe karnivora (Carcinus maenas); lihat Gambar 2. Berbeda dengan kelompok biota filter feeder yang masih membutuhkan strategi mencari makanan untuk melangsungka kehidupan.
























5.      KESIMPULAN


Cara terbaik yang dapat digunakan untuk menunjukkan produktivitas sekunder dari nilai bobot tubuh dan biomassa  biota adalah dengan melakukan ekstrapolasi melalui regresi.







































DAFTAR PUSTAKA


Boysen Jensen, P. (1919). Valuation of the Limfjord. I Rep. Dan. Biol. Stn 26: 3-4
Brown, Sandra, 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests: a Primer. (FAO Forestry Paper - 134). FAO, Rome.
Carl L. Reiber and Iain J. McGaw (2009). "A Review of the “Open” and “Closed” Circulatory Systems: New Terminology for Complex Invertebrate Circulatory Systems in Light of Current Findings". International Journal of Zoology.
Carlisle Daren M. & Clements William H. 2003. Growth and secondary production of aquatic insects along a gradient of Zn contamination in Rocky Mountain streams. J. N. Am. Benthol. 22(4): 582–597
Crisp, D. J. (1984). Energy flow measurements. In: Holme,N. A.. McIntyre, A. D. (eds.) Methods for the study of marine benthos. Blackwell, Oxford, p. 284-372
Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.163 hal.
Foley, JA; Monfreda, C; Ramankutty, N and Zaks, D (2007) Our share of the planetary pie Proceedings of the National Academy of Sciences of the USA, 104(31): 12585–12586. Download
Franc, A. (1960): Classe de Bivalves. In: Grassé, Pierre-Paul: Traite de Zoologie 5/II.
Fujaya, Y. 1999.Fisiologi ikan. Rineka Cipta; Jakarta.
Gillespie, D. M., Benke, A. C. (1979). Methods of calculatingcohort production from field data - some relationships. Limnol. Oceanogr. 24: 171- 176
Haberl, H; Erb, KH; Krausmann, F; Gaube, V; Bondeau, A; Plutzar, C; Gingrich, S; Lucht, W and Fischer-Kowalski, M (2007) Quantifying and mapping the human appropriation of net primary production in earth's terrestrial ecosystems Proceedings of the National Academy of Sciences of the USA, 104(31):12942-12947. Download
Hemminga, M.A. and C.M. Duarte. 2000. Sea grass ecology.Cambridge University Press, UK. 308p
Lesser, M. 2011. Advances in marine biology. Academic Press.USA. 215p.
Pari, G. dan Hartoyo, 1983.Beberapa Sifat Fisis Dan Kimia Briket Arang Dari Limbah Arang Aktif. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor
Ricklefs, Robert E.; Miller, Gary Leon (2,000). Ecology (ed. 4th). Macmillan. hlm. 192.ISBN 978-0-7167-2829-0.
Romimohtarto, K. 2001. Biota laut : Ilmu pengetahuan tentang Biota laut. Djambatan, Jakarta.
Rose Lori Valentine, Rypel Andrew L, Layman Craig A. 2011. Community secondary production as a measure of ecosystem function: a case study with aquatic ecosystem fragmentation. Bulletin of Marine Science. 87(4): 913- 937
Silalahi, 2000. Penelitian Pembuatan Briket Kayu Dari Serbuk Gergajian Kayu. Hasil Penelitian Industri DEPERINDAG. Bogor
Suwignyo, S., Bambang, W., Yusli, W., Majariana, K. 1998. Avertebrata untuk mahasiswa perikanan. Jilid II. Fak. Perikanan dan Ilmu Kelauta IPB. Bogor.
Waters, T. F. (1977). Secondary production in inland waters. Adv. ecol. Res. 10: 91-164
Widardo dan Suryanta, 1995. Membuat Bioarang dari Kotoran Lembu.Cetakan Ke- 6 tahun 2008. Kanisius. Bogor
Winberg, G. G. (1971). Methods for the estimation of production of aquatic animals. Academic Press, London






















Lampiran


Cerastoderma edule











Carcinus  Maenas

cacing laut (Nereis sp.)

 










Cyclope. Neritea


                                               

                                               








ESTIMASI PRODUKTIVITAS SEKUNDER MAKROBENTHOS BERDASARKAN BERAT BADAN DAN BIOMASSA : UJI LAPANGAN DI HABITAT INTERTIDAL NON-BOREAL






                                                                       Oleh:                                                      
Kelompok III

1.      Dudi Muhammad Wildan                      (C251140011)
2.      M. Charis Kamarullah                           (C251140091)            
3.      Sri Rezeki                                                 (C251140111)











 


















MAYOR PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

Daftar Isi