Senin, 19 Januari 2015

Paper DNA Barcode lithobates catsbaena

Peningkatan spesies invasif asing melalui deteksi barcode DNA lingkungan:Amerika bullfrog Lithobates catesbeianus Ringkasan 1. spesies invasif Alien (SIA) adalah salah satu penyebab utama hilangnya keanekaragaman hayati dan homogenisasi global. Setelah SIA menjadi mapan, biaya kontrol bisa sangat tinggi dan lengkap pemberantasan tidak selalu tercapai. Kemampuan untuk mendeteksi spesies dengan kepadatan rendah sangat meningkatkan keberhasilan pemberantasan dan mengurangi baik biaya kontrol dan dampaknya terhadap ekosistem. 2. Dalam studi ini, kita membandingkan sensitivitas metode lapangan tradisional, berdasarkan survei pertemuan pendengaran dan visual, dengan DNA lingkungan (EDNA) survei untuk deteksi katak Rana catesbeiana Amerika = Lithobates catesbeianus, yang invasif di selatan-barat Perancis. 3. Kami menunjukkan bahwa metode EDNA berharga untuk deteksi spesies dan melampaui metode survei amfibi tradisional dalam hal sensitivitas dan usaha sampling. Bullfrog yang terdeteksi pada 38 situs dengan menggunakan metode molekuler, dibandingkan dengan tujuh lokasi dengan menggunakan survei diurnal dan nokturnal, menunjukkan bahwa survei lapangan tradisional sangat meremehkan distribusi katak American. 4. Sintesis dan aplikasi. Pendekatan DNA lingkungan memungkinkan deteksi dini spesies invasif asing (AIS), dengan kepadatan yang sangat rendah dan pada setiap tahap kehidupan, yang sangat penting untuk mendeteksi spesies akuatik yang langka dan/atau rahasia. Metode ini juga dapat digunakan untuk mengkonfirmasi sensitivitas operasi kontrol dan untuk lebih mengidentifikasi distribusi spesies yang rentan, membuat ini alat yang sangat relevan untuk persediaan spesies dan manajemen. Kunci-kata: spesies invasif asing, barcode DNA, DNA lingkungan, persediaan, Lithobates catesbeianus, deteksi spesies Pengantar Spesies invasif asing (SIA) merupakan salah satu penyebab utama hilangnya keanekaragaman hayati dan homogenisasi global (Vitousek et al. 1997; Ficetola, Thuiller & Miaud 2007b; Ehrenfeld 2010; Pysek & Richardson 2010). Mereka mungkin keluar-bersaing spesies asli, bertindak sebagai predator atau menyebarkan penyakit eksotis. Misalnya, dalam 1991, 68% dari ikan air tawar di daratan Amerika Serikat diketahui telah punah sejak tahun 1890 yang terkena dampak negatif oleh memperkenalkan ikan non-pribumi (Wilcove & Bean 1994). Sekali SIA menjadi mapan, biaya tindakan kontrol dapat sangat tinggi, pemberantasan lengkap tidak bisa selalu dicapai (Howald et al. 2007) dan hal ini dapat mempengaruhi secara negatif lingkungan dan kompromi pemulihan spesies asli (Myers et al. 2000). Selama tahap awal AIS pengenalan, deteksi spesies tidak mungkin kecuali kepadatan melebihi tertentu threshold (Hulme 2006; Harvey, Qureshi & MacIsaac 2009). Ambang batas deteksi tergantung pada metode pemantauan digunakan dan deteksi spesies hanya dapat dibuat setelah spesies sudah mapan (Myers et al. 2000). Kemampuan untuk mendeteksi AIS dengan kepadatan rendah sangat menentukan keberhasilan dari operasi pemberantasan, mengurangi biaya pengendalian dan mengurangi dampak pada ekosistem (Mehta et al. 2007). Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk metode yang meningkatkan probabilitas deteksi (Harvey, Qureshi & MacIsaac 2009). Berasal dari Timur Amerika Utara, Amerika bullfrog telah diperkenalkan di seluruh dunia (Lever 2003). Hal ini dianggap menjadi salah satu dari 100 spesies invasif terburuk di dunia (Lowe et al. 2000; D'Amore 2012). Di Eropa, katak telah diperkenalkan setidaknya 25 negara selama abad ke-20 (Ficetola et al. 2007a). Tiga populasi yang berhasil didirikan di Perancis (Gbr. 1), dan dua di antaranya adalah subjek untuk mengontrol tindakan terdiri dari penghapusan massa telur, kecebong perangkap dan menembak remaja dan dewasa (DEJEAN 2008). Dalam populasi ditetapkan di selatan-barat Perancis (Dordogne), katak yang terdeteksi di 35 badan air pada tahun 2006 dengan menggunakan survei tradisional teknik (panggilan dan pertemuan visual yang survei, Dodd 2010). Tindakan kontrol dimulai pada tahun 2006 dan katak terdeteksi di 19 lokasi air pada tahun 2007 dan tujuh lokasi pada tahun 2008 (Guibert, DEJEAN & Hippolyte 2010). Tindakan pengendalian tampaknya mengurangi kepadatan katak, tetapi hubungan antara amfibi probabilitas deteksi dan kepadatan menunjukkan bahwa populasi kecil lebih mungkin untuk menghindari deteksi (Tanadini & Schmidt 2011). Probabilitas deteksi populasi low-density dapat ditingkatkan dengan meningkatkan upaya sampling (yaitu peningkatan jumlah kunjungan per situs). Dalam studi ini, kami mengusulkan untuk menggunakan DNA lingkungan baru dikembangkan (Edna) barcode Pendekatan (Hebert et al 2003;. Ficetola et al 2008;. Valentini Gambar. 1. Distribusi populasi katak diperkenalkan di Perancis. 1:Daerah jajahan di Gironde (pengenalan pada tahun 1968), 2: wilayah terjajah di Dordogne (pengenalan pada tahun 1990). Penelitian ini dilakukan dalam daerah (lihat Gambar. 2). 3: wilayah terjajah di Loir et Cher (pengenalan dicurigai di tahun 2000). Perbandingan biaya antara tradisional dan DNA lingkungan (Edna) survei dilakukan dalam daerah (lihat Diskusi). (Peta baik yang diberikan oleh J. Lescure dan J.-C. deMassary). Pompanon & Taberlet 2009), dengan menggunakan sampel air sebagai DNA sumber. Metode ini telah berhasil diterapkan di deteksi invasif (Ficetola et al 2008;.. Jerde et al 2011) atau spesies rahasia (Goldberg et al. 2011). Kami membandingkan dan mempertimbangkan potensi kesalahan dari kedua metode (survei dan Edna). Bahan dan metode STUDI AREA Penelitian ini dilakukan dalam Regional Park Alam Perigord-Limousin, di selatan-barat Perancis (Gbr. 2). Sekitar 80 air situs yang diidentifikasi di daerah 5 • 5 km study. Kolam alami depresi lapangan dan tua (c. abad ke-17) tambak. Perikanan Kegiatan berhenti pada akhir abad ke-19. The Dronne sungai dan dua anak-anak sungainya (Gbr. 2) adalah air hanya berjalan di daerah ini. Bullfrog DETEKSI PERKIRAAN Kehadiran katak Amerika pertama kali terdeteksi di wilayah ini di awal 90-an. Untuk memperkirakan probabilitas deteksi katak dengan Metode survei lapangan tradisional, sebuah penelitian yang dilakukan di delapan kolam di mana keberadaan kodok telah dikonfirmasi untuk beberapa tahun (DEJEAN 2008). Kolam tersebut sampel pada empat kali (8, 20, 27 dan tanggal 29 Juni 2006, metode yang dijelaskan di bawah). Kondisi cuaca (suhu dan angin) selama hari-hari survei ini adalah optimal untuk Kegiatan bullfrog di selatan-barat Perancis (Ficetola et al. 2007a). Probabilitas deteksi dan situs hunian dimodelkan sesuai untuk MacKenzie et al. (2006). Kami menguji dua model (probabilitas deteksi entah konstan atau bervariasi antara empat kali sampling) untuk setiap kategori bullfrog (remaja, laki-laki dan perempuan) dengan kehadiran software 3.1 (MacKenzie et al. 2006). Evaluasi kinerja relatif themodels didasarkan pada Akaike Information Kriteria (AIC) (Burnham & Anderson 2002), dan model dengan rendah AIC dianggap calon yang lebih baik dibandingkan dengan yang lebih tinggi AIC. PROGRAM PEMBERANTASAN Staf dari PNR memutuskan untuk menerapkan program pemberantasan 2005. Empat puluh sembilan kolam dipilih (sebagian besar situs yang tidak dipilih dalam daerah penelitian adalah kolam kecil dengan air sementara, DEJEAN 2008), termasuk delapan kolam yang dijelaskan di atas, yang disurvei untuk menentukan probabilitas deteksi katak. Metode pemberantasan termasuk penghapusan massa telur, kecebong perangkap dan penembakan remaja dan dewasa (DEJEAN 2008). Pada akhir musim semi dan musim panas tahun 2006, 601 katak terdeteksi dan ditembak di 32 kolam, dari 515 ini adalah remaja, 74 adalah laki-laki dan 12 adalah perempuan. Pada tahun 2007, 412 orang ditembak di 19 kolam, termasuk 339 remaja, 59 laki-laki dan 14 betina. Pada tahun 2008, 334 orang ditembak dalam tujuh kolam, termasuk 313 remaja, 14 laki-laki dan tujuh perempuan (Guibert, DEJEAN & Hippolyte 2010). SURVEI LAPANGAN TRADISIONAL Survei dilakukan pada tahun 2006 (delapan kolam, lihat di atas untuk metode) dan 2008 (49 kolam, 16-20 Juni) dengan bantuan dari herpetologis terampil: (i) Pada siang hari, pertemuan visual yang Survei dilakukan di perbatasan masing-masing kolam (sampai 1 jam tergantung pada ukuran kolam): garis pantai diikuti dan diselidiki menggunakan teropong, untuk mendeteksi orang dewasa dan remaja. Itu air dekat garis pantai juga mencari massa telur dan berudu. (ii) Dari sekitar 10:00 (sunset) hingga 02:00, kolam dikunjungi lagi, dan survei panggilan dilakukan. Itu kolam didekati diam-diam ke jarak sekitar 50 m dari tepi kolam. Setelah mencapai posisi survei, surveyor menunggu selama 5 menit sebelum melakukan survei pendengaran. masing-masing Survei dilakukan untuk maksimal 15 menit dan disimpulkan segera setelah panggilan katak terdeteksi. Edna SURVEY Strategi sampling yang digunakan untuk deteksi bullfrog dengan Edna diikuti protokol seperti yang dijelaskan oleh Ficetola et al. (2008). Contoh terjadi pada periode waktu yang sama dengan survei tradisional (16-20 Juni 2008), dan tiga 15-mL sampel air yang dikumpulkan dari berbagai bagian dari setiap kolam di mana spesies ini kemungkinan besar hadir (yaitu terutama di daerah yang kaya vegetasi akuatik). Untuk setiap kolam, sampel dikumpulkan pada hari yang sama. Segera setelah pengumpulan, solusi terdiri dari 15 ml natrium asetat 3 Mand 33 mL mutlak etanol ditambahkan pada sampel air dan tabung kemudian disimpan pada) 20 C sampai ekstraksi DNA. Sebanyak 147 sampel air dikumpulkan dari 49 kolam. Semua sampel untuk survei Edna yang disusun oleh air jernih. Metode ekstraksi DNA dan amplifikasi yang diadaptasi dari Ficetola et al. (2008). Campuran disentrifugasi pada 9400 g untuk 1 jam pada 60 C untuk memulihkan DNA and/ atau sisa-sisa sel. DNA dari pelet yang dihasilkan diekstraksi menggunakan QIAmp Darah dan Tissue Ekstraksi Kit (GmbH, Qiagen, Hilden, Jerman), berikut instruksi pabrik. Ekstraksi DNA dilakukan di sebuah ruangan yang didedikasikan untuk sampel DNA yang rusak. kontrol ekstraksi secara sistematis dilakukan untuk memantau kemungkinan kontaminasi. Bullfrog DNA diamplifikasi dengan primer spesifik (Ficetola et al. 2008). Amplifikasi DNA dilakukan dalam volume akhir 25 lL, menggunakan 3 lL ekstrak DNA sebagai template. Tiga ulangan PCR dilakukan per sampel DNA. Campuran amplifikasi berisi 1 U Ampli Taq Emas DNA Polymerase (Applied Biosystems, Foster City, CA, USA), 10 mM Tris-HCl, 50 mm KCl, 2 mM MgCl2, 0.2 mM masing-masing dNTP, 02 lm masing-masing primer dan 0.005 mg albumin serum bovine (BSA, Roche Diagnostics, Basel, Swiss). Setelah 10 menit pada 95 C (aktivasi Taq), siklus PCR dilakukan sebagai berikut: 55 siklus 30 s pada 95? C, 30 s pada 61 C. produk PCR divisualisasikan menggunakan elektroforesis pada gel agarosa 2%. Negatif (Air UHQ) serta sampel positif (DNA diekstraksi dari Amerika bullfrog jaringan) secara sistematis ditambahkan selama PCR langkah. Hasil SURVEI LAPANGAN TRADISIONAL Themodels dengan probabilitas deteksi konstan memberikan yang lebih baik penjelasan data survei yang diamati dikumpulkan pada tahun 2006 untuk setiap kategori bullfrog (Tabel 1): probabilitas deteksi 0.80 ± 0.73 di remaja, 0.73 ± 0.80 pada laki-laki dan 0.27 ± 0.081 pada wanita, masing-masing. Kehadiran katak terdeteksi pada tujuh dari 49 kolam yang disurvei pada tahun 2008 (kejadian = 0.143). berudu adalah diamati selama diurnal survei pertemuan visual dalam tiga kolam sementara laki-laki yang terdeteksi oleh survei panggilan nokturnal dalam empat kolam lainnya (Gbr. 1 dan Tabel 2). Tabel 1. Model seleksi untuk bullfrog probabilitas deteksi inferensi menggunakan metode visual yang tradisional (pertemuan dan survei memanggil) untuk deteksi amfibi Model AIC Model Nb kemungkinan parameter Juvenil P konstan 34.02 1.00 2 P Variable 34.99 0.62 5 Pria P konstan 38.79 1.00 2 P Variable 43.25 0.11 5 wanita P konstan 38.79 1.00 2 P Variable 38.81 0.99 5 Aic, Akaike Information Criterion; Nb, nomor. Edna SURVEY Bullfrog Edna berhasil diperkuat dalam sampel air dikumpulkan dalam 38 dari 49 kolam. Sinyal DNA bullfrog positif diperoleh untuk ketiga ulangan di 22 kolam, untuk dua tiga ulangan di sembilan kolam dan salah satu dari tiga ulangan dalam tujuh kolam. Tiga ulangan PCR dilakukan untuk masing-masing Ekstrak DNA (yaitu total sembilan PCR untuk setiap kolam). Itu Keberhasilan amplifikasi DNA katak rata-rata keseluruhan adalah 0.53 ± 0.03 (min: 3/1; max: 03/03, N = 38). Survei Edna menghasilkan terjadinya bullfrog dari 0.775 (Gbr. 1b dan Tabel 2). MEMBANDINGKAN TRADISIONAL DAN Edna SURVEI Hasil positif diperoleh untuk survei Edna dari semua tujuh kolam di mana katak terdeteksi menggunakan tradisional metode survei (Tabel 2). Keberhasilan amplifikasi dalam ini kolam adalah 0.62 ± 0.06 (min: 3/9; max: 09/08, N = 7). Hal ini tidak mungkin untuk menyimpulkan hubungan antara keberhasilan amplifikasi Edna dan kepadatan bullfrog karena survei tidak dirancang untuk memperkirakan parameter ini. Tidak termasuk tujuh kolam serta 11 kolam di mana katak tidak terdeteksi (menggunakan baik tradisional dan Edna survei), keberhasilan amplifikasi adalah 0.52 ± 0.03 (min: 09/01; max: 9/9) di 31 kolam yang tersisa. Tidak ada kehadiran bullfrog terdeteksi pada nomor kolam # 41 dari menggunakan surveymethod tradisional, sedangkan dua dari tiga sampel air dan lima dari sembilan PCR yang positif (Tabel 2). Demikian pula, empat kolam (# 13, 19, 20 dan 21) menunjukkan amplifikasi DNA katak dalam semua ulangan sampel air (tujuh sembilan PCR positif) sementara tidak ada kehadiran bullfrog terdeteksi di kolam ini menggunakan metode survey tradisional. Secara keseluruhan, metode Edna menunjukkan terjadinya bullfrog di 38 dari 49 kolam (0.775) yang lebih dari lima kali lebih tinggi daripada yang ditemukan dalam survei tradisional (tujuh dari 49; 0.143). Diskusi Pemahaman yang tepat distribusi spesies kunci persyaratan untuk pengelolaan konservasi, terutama ketika spesies fokus adalah invasif (Magurran 2003; Harvey, Qureshi & MacIsaac 2009). Kemampuan untuk mendeteksi spesies dengan kepadatan rendah sangat mempengaruhi keputusan manajemen (Mehta et al. 2007), membuat pengembangan metode untuk meningkatkan deteksi probabilitas prioritas tinggi. Dalam studi ini, kami mengambil keuntungan dari tindakan kontrol untuk mengelola invasif Amerika bullfrog di NaturalRegional Taman Pe'rigord-Limousin ke membandingkan survei lapangan tradisional dan survei Edna. Kontrol tindakan yang dilakukan sejak tahun 2006 dianggap sebagai efektif karena 35 badan air yang terdeteksi sebagai terjajah di 2006, 19 tahun 2007 dan tujuh pada tahun 2008 (Guibert, DEJEAN & Hippolyte 2010). Namun, jika tren yang diamati dalam kejadian berkorelasi dengan penurunan ukuran populasi, ada risiko tinggi lebih memperkirakan keberhasilan tindakan ini karena sumur diketahui hubungan antara deteksi dan kepadatan amfibi (misalnya Tanadini & Schmidt 2011). Metode Edna merupakan alat yang menjanjikan dalam ekologi (Ficetola et al 2008.); Namun, penting untuk menilai efisiensi dengan membandingkan metode survei yang berbeda untuk menentukan reliabilitas relatif mereka. Bullfrog DETEKSI DIBANDINGKAN DENGAN TRADISIONAL SURVEY Keandalan survei amfibi, seperti halnya spesies lain metode deteksi, dapat dikompromikan oleh kemungkinan positif palsu (I kesalahan Type, spesies terdeteksi mana tidak hadir) dan / atau palsu negatif (II kesalahan Type, spesies tidak terdeteksi mana hadir). Deteksi Bullfrog didasarkan panggilan, berudu dan tekad menumbuhkan. Spesies ini adalah mudah untuk mengidentifikasi antara amfibi asli lain dari mempelajari daerah, dan kami menganggap bahwa kemungkinan palsu positif ditutup null. Di sisi lain, bullfrog tidak terdeteksi di mana itu hadir adalah masalah klasik dalam monitoring populasi amfibi (lihat Dodd 2010 untuk review) terjadinya .Amphibian atau kelimpahan sangat tergantung pada pendeteksian spesies, yang berbeda dengan banyak faktor; ini termasuk tanggal dan waktu hari, meteorologi kondisi, ukuran populasi dan pengalaman pengamat (Crouch & Paton 2002; Genet & Sargent 2003; Schmidt & Pelet 2010; Tanadini & Schmidt 2011). Survei menyebut merupakan salah satu metode yang paling populer (misalnya Pelet & Schmidt 2005; de Solla et al. 2005; Weir et al. 2005), karena vokalisasi laki-laki untuk menarik betina dengan mudah diidentifikasi, membuat deteksi dan identifikasi mereka relatif sederhana ketika kondisi cuaca yang menguntungkan (misalnya Pellet & Schmidt 2005). Di wilayah Pe'rigord-Limousin, bullfrog pendeteksian (menggabungkan panggilan dan survei pertemuan visual) mirip dan agak tinggi untuk remaja dan laki-laki (0.80 ± 0.073 dan 0.73 ± 0.080, masing-masing) sementara itu menurun menjadi 0.27 ± 0.081 untuk wanita. Reproduksi perbedaan biologi dan perilaku antara tahap kehidupan bisa menjelaskan hasil ini (misalnya tidak ada aktivitas panggilan dan wilayah pertahanan pada wanita, Ryan 1980). Pelet & Schmidt 2005 menunjukkan bahwa untuk katak umum (Bufo bufo), sebuah amfibi kolam-peternakan, di Sedikitnya enam kunjungan (15 menit masing-masing) yang diperlukan untuk menyimpulkan Kehadiran spesies dengan keyakinan 95%. Jika penurunan density bullfrog 2006-2008 mengarah pada deteksi berkurang probabilitas, fenomena ini dapat diimbangi oleh Upaya pengambilan sampel meningkat (yaitu jumlah kunjungan per situs). Itu Perbedaan besar dalam terjadinya kodok memperkirakan pada tahun 2008 antara dua metode (tradisional vs Edna) menyarankan bahwa distribusi bullfrog yang diremehkan menggunakan survei lapangan tradisional. Setelah hasil ini, staf dari PNR Pe'rigord-Limousin adalah sangat termotivasi untuk melakukan Survei lapangan baru (lebih dari lima kunjungan per situs) pada 38 kolam diidentifikasi sebagai bullfrog positif dengan Edna. katak yang terdeteksi dalam tujuh kolam sebelumnya, dan di 11 air 'baru' tubuh. Terjadinya diperkirakan katak sehingga mencapai 0.47 dengan upaya pengambilan sampel ini kuat, dalam satu set kolam yang Edna Metode diidentifikasi sebagai kodok yang positif. Goldberg et al. (2011) menunjukkan sensitivitas metode Edna dalam kasus Penelitian yang melibatkan karper Asia di Amerika Utara, dengan membandingkannya dengan memancing klasik. Pada kepadatan ikan mas terendah, hanya eDNA mampu mendeteksi keberadaan ikan mas. Salah satu ikan mas terdeteksi dalam satu kolam renang setelah 93 orang-hari usaha penangkapan yang termotivasi dan ditargetkan oleh penemuan ikan mas Edna. DETEKSI PROBABILITAS DENGAN Edna SURVEY Keandalan metode genetik dapat dikompromikan oleh kemungkinan positif palsu dan / atau negatif (tipe I dan II kesalahan, lihat di atas), yaitu, non-kekhususan dari primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA, kontaminasi atau DNA berlarut-larut ketekunan setelah kematian organisme, pengambilan sampel yang buruk atau efisiensi protokol miskin (Sayang & Mahon 2011). Protokol yang digunakan telah terbukti handal dalam studi sebelumnya (Ficetola et al 2008.): Sebelum analisis Edna, primer keandalan, ketahanan dan spesifisitas diuji, pertama di silico [menggunakan software ecopcr (Taberlet et al. 2007)] dan kemudian pada berkualitas tinggi DNA (diekstraksi dari jaringan sampel), dan PCR kondisi yang optimal (Ficetola et al. 2008). Karena kelangkaan DNA dalam sampel air, analisis itu dilakukan dengan tindakan pencegahan yang sama seperti yang digunakan untuk kuno Studi DNA untuk mengurangi kontaminasi dan berkualitas rendah DNA hasil (Taberlet et al 1996;. Cooper & Poinar 2000). Ini berarti bahwa DNA diekstraksi di ruang khusus untuk langka DNA, sampel mock tanpa sampel DNA dan positif dianalisis secara paralel, jumlah siklus PCR meningkat, analisis dilakukan pada beberapa sampel lapangan dan tiga PCR ulangan per sampel dilakukan. Berdasarkan tiga sampel per kolam, keberhasilan amplifikasi adalah 0.37 ± 0.1 di kolam di mana katak hadir dengan kepadatan rendah dan 0.79 ± 0.08 di kolam di mana katak hadir di tinggi kepadatan (Ficetola et al. 2008). Dalam penelitian ini,Tingkat amplifikasi adalah 0.53 ± 0.03. Masih terlalu dini untuk menyimpulkan kuantitatif (yaitu kelimpahan atau kepadatan) informasi dari eDNAsurvey hasil, tetapi tingkat amplifikasi dapat berguna dengan akhir di masa depan. Beberapa kolam dalam wilayah studi tidak dapat dianggap menjadi unit diskrit, karena mereka terhubung dengan sungai kecil (Gbr. 1). Dengan demikian mungkin bahwa DNA bergerak dari satu situs ke situs lain, yang mengarah ke positif palsu (bullfrog Edna terdeteksi di Bullfrog kolam gratis). Namun, dalam penelitian kami, Edna mengungkapkan kehadiran katak di kolam 32 dan 13 (sekitar 1 km terpisah, Gambar. 1), dan tidak di kolam 12 dan 15 yang terletak di antara mereka di anak sungai yang sama. Perhatikan bahwa tidak ada aliran air di streaming pada saat ini tahun, yang membatasi eDNAdispersal. Akhirnya, katak canmove dari satu kolam ke yang lain, meninggalkan Edna dalam kolam kosong pada saat sampling, yang akan menyebabkan pada gilirannya positif palsu. Jarak rata-rata antara kolam yang berdekatan di area sampling lebih rendah dari kodok dewasa potensi penyebaran (Ingram & Raney 1943; Willis, Moyle & Baskett 1956). Namun, dewasa dan remaja penyebaran disimpulkan dengan radiotracking dan pit-jatuh metode perangkap di selatan-barat Perancis (Berroneau, Detaint & Coic 2007) menunjukkan bahwa kedua tahap kehidupan tinggal di lokasi air selama Masa studi Juni. Selain itu, kegigihan Edna di air telah diuji (DEJEAN et al. 2011) dan bullfrog Edna terdeteksi hanya untuk maksimal 2 minggu setelah penghapusan hewan sumber. Dengan demikian sangat mungkin bullfrog yang hadir atau telah hadir maksimal 2 minggu sebelum waktu sampling air dilakukan, yang selanjutnya membatasi kemungkinan kesalahan tipe I. Penggunaan Edna sebagai alat survei ekologi dalam perkembangan fase. Deteksi diandalkan vertebrata air adalah dikonfirmasi di lahan basah (Ficetola et al. 2008), di sebuah sungai besar dan sistem kanal (studi risiko invasi Laurentian Great Lakes wilayah dengan Carp Asia, Jerde et al. 2011) dan stream (inventarisasi rahasia katak Rocky Mountain ekor, Ascaphus Montanus, dan salamander raksasa Idaho, Dicamptodon aterrimus, di wilayah utara-barat Amerika Serikat, Goldberg et al. 2011). Studi-studi ini menunjukkan pendeteksian yang lebih tinggi untuk spesies akuatik yang langka dan / atau rahasia, pada semua tahap kehidupan dan di kepadatan rendah. Di kolam-peternakan amfibi (studi ini), deteksi dengan metode tradisional sangat sensitif terhadap meteorologi kondisi dan sering terbatas dalam musim (short stay di air dewasa breeding). Pengambilan sampel air untuk Edna bisa dilakukan apapun kondisi cuaca dan untuk lebih lama periode waktu karena individu yang lebih samar (misalnya berudu) tinggal di air. Dalam populasi kodok lain diperkenalkan (32 kolam terjajah, Loir et Cher, Central Perancis, Gambar. 1), a estimasi awal biaya survei tradisional dan Edna menunjukkan bahwa metode Edna adalah 2Æ5 kali lebih murah dan 2.5 kali memakan waktu kurang dari survei tradisional waktu (berdasarkan pada 2-orang waktu lapangan dan analisis molekuler lengkap) (Michelin, Heckly & Rigaux 2011). Sensitivitas Edna di taksa dan lingkungan masih harus ditentukan. Metode ini efisien untuk vertebrata persediaan dalam lingkungan air tawar, dengan langka dan / atau spesies rahasia, dengan kepadatan rendah dan pada beberapa tahap kehidupan. Ini Metode terutama menjanjikan untuk kelompok taksonomi lainnya (misalnya mikroorganisme, tanaman) dan lingkungan lainnya (misalnya tanah).

Minggu, 30 November 2014

ESTIMASI PRODUKTIVITAS SEKUNDER MAKROBENTHOS BERDASARKAN BERAT BADAN DAN BIOMASSA : UJI LAPANGAN DI HABITAT INTERTIDAL NON-BOREAL



1.     PENDAHULUAN


1.1   Latar belakang


Produktivitas merupakan laju penyimpanan energi oleh suatu komunitas dalam ekosistem. Produktivitas terkait proses produksi, termasuk tambahan individu yang baru lahir dan biomassa individu yang tidak mencapai periode akhir. Produktivitas sekunder terkait hasil pembentukan biomassa oleh biota herbivor setelah memanfaatkan sumber energi yang dibentuk biomassa primer. Didalam suatu ekosistem terdapat produsen dan konsumen sehingga dalam ekosistem ditemukan aspek produktivitas, baik oleh produsen (produktivitas primer) maupun produktivitas konsumen (produktivitas sekunder). Produktivitas sekunder merupakan penggunaan energi pada hewan dan mikroba (heterotrof). Produktivitas sekunder merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh konsumen. Produktivitas sekunder pada dasarnya adalah asimilasi pada tingkatan konsumen.
Benthos merupakan organisme yang melekat atau hidup sedimen di dasar perairan. Hewan benthos hidup relatif menetap. Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu, karena hewan benthos terus menerus terbawa oleh air yang kualitasnya berubah-ubah sehingga dapat berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga benthos sampai konsumen tingkat tinggi.
Percobaan awal dalam penentuan produktivitas sekunder oleh Boysen Jensen (1919), metode yang digunakan telah mengalami perbaikan terus menerus (Winberg 1971, Waters 1977, Crisp 1984). Saat ini, metode yang paling umum adalah increment summation method, the removal summation method, the instantaneous growth method and a production estimate by the Allen curve. Semua metode ini didasarkan pada analisis dan bobot yang tergantung dari kelompok sampel berdasarkan interval waktu. Gillespie & Benke (1979) mengatakan bahwa keempat metode tersebut mengarah pada hasil yang sama.
Dalam ekologi, produksi sekunder diperlukan tidak hanya dari kelimpahan spesies tunggal, tetapi juga susunan keseluruhan komunitas. Dalam sampel penelitian terdapat sejumlah individu tertentu yang tidak dapat berkaitan dengan sebuah cohort, atau yang termasuk dalam spesies yang hanya diwakili oleh beberapa hewan. Hal ini yang menjadi alasan untuk menggunakan persamaan empiris oleh Schwinghamer et al.(1986) untuk makrobenthos ini lebih tepat, P/B yang berkaitan dengan rasio dan rata-rata berat tubuh  pertahun. Laju pertumbuhan tergantung pada ukuran tubuh dan terkait fisiologis (misalnya tingkat metabolisme) atau efek ekologi berdasarkan fakta bahwa pada tubuh dengan ukuran dan pada kondisi lingkungan yang identik beberapa spesies dari populasi yang tumbuh lebih cepat dari populasi lainnya. Efek ini hanya bisa dilihat secara empiris karena ada hubungan tidak tetap antara pertumbuhan dan kematian (mortalitas). Dengan kata lain, spesimen dapat bertambah besar karena adanya pertumbuhan. Rasio P/B linear akan meningkat dengan meningkatnya rata-rata berat tubuh pertahun.
Studi literatur mengenai produktivitas sekunder kali ini terkait penelitian terhadap spesies makrobenthos di zona pasang surut daerah Ria Formosa (Selatan Portugal), sistematik  produksi sekunder tahunan makrobenthik dari berbagai kelompok dan jenis makanan dan kondisi suhu  yang baik sepanjang tahun. Saat musim dingin suhu air minimal sekitar 120C dan maksimal 280C saat musim panas dan terdapatnya sisa-sisa hewan yang diperoleh dari detritus (adanya makrophytes makroalgae) yang memungkinkan yang berpotensi selalu ada sepanjang tahun.

1.2   Tujuan


Studi ini dilakukan untuk membuktian penggunaan persamaan empiris perbandingan (rasio) produksi dan biomassa dalam penentuan produktivitas sekunder makrobenthos pada kondisi lingkungan pasang surut (intertidal) non boreal di Ria Formosa (Selatan Portugal).
















2.      TINJAUAN PUSTAKA


2.1.      Produktivitas Sekunder


Produksi sekunder merupakan fungsi pengukuran dinamika populasi, termasuk di dalamnya prosesyang terjadi pada level individu, populasi maupun ekosistem (Carlisle Daren M. & Clements William H 2003). Produksi sekunder adalah ukuran komposit sebuah kepadatan populasi biota, biomassa dan pertumbuhan selama kurun waktu tertentu (Rose Lori Valentine, Rypel Andrew L, Layman Craig A 2011). Hewan-hewan herbivora yang mendapat bahan-bahan organik dengan memakan fitoplankton merupakan produsen kedua di dalam sistem rantai makanan. Hewan -hewan karnivora yang memangsa binatang herbivora adalah produsen ketiga begitu seterusnya rentetan-rentetan karnivora-karnovora yang memangsa karnivora yang lain, merupakan tingkat ke empat, kelima dan sampai pada tingkat yang lebih tinggi (sehingga  dinamakan trofik level) dalam sistem rantai makanan. Perpindahan ikatan organik  dari satuu trofik level ke trofik level berikutnya merupakan suatu proses yang relatif tidak efisien. Di laut bebas dan banyak tempatdi daratan efisien perpindahannya dari satu tingkat ke tingkat berikutnya dipercaya hanya sebesar  kira -kira 10%. Itu berarti bahwa dari 100 unit bahan organik yang diproduksi oleh produsen pertama hanya 10 unit yang dapat dimanfaatkan oleh produsen kedua, 1  unit oleh produsen ketiga dan demikian seterusnya yang terjadi di sepanjang  rantai makanan ini.
Sifat khas rantai makanan mempunyai pengaruh yang penting dalam  menentukan jumlah produksi ikan di beberapa area. Sebagai contoh produksi ikan di beberapa area dimana terjadi upwelling menunjukkan hasil yang melimpah jika  dibandingkan dengan bagian laut yang lain. Pertama, hal ini disebabkan karena  hasil produksi primer yang tinggi oleh banyaknya fitoplankton. Kedua, di daerah upwelling perpindahan bahan dari satu trofik level ke trofik level berikutnya dalam rantai makanan terjadi lebih efisien jika dibandingkan dengan tempat-tempat yang lain. Pertimbangan yang lain adalah jumlah trofik level yang ada di dalam rantai makanan. Banyak tempat dimana terjadi upwelling hanya mempunyai dua atau tiga trofik level antara ikan dengan fitoplankton jika dibandingkan dengan daerah lautan lain yang kadang-kadang sampai enam tingkatan. Makin pendek rantai makanan akan menghasilkan produksi ikan yang makin tinggi. Hal ini disebabkan karena mereka dapat menghindari kehilangan bahan-bahan organik yang seharusnya dipergunakan untuk menambah setiap kenaikan trofik level pada sistem rantai makanan yang lebih besar. Akibatnya makin besar jumlah bahan-bahan produksi yang dihasilkan oleh produsen utama yang menjadi terikat ke dalam jaringan tubuh ikan.Berikut adalah gambar mengenai perpindahan energi pada daerah-daerah yang memunyai trofik level berbeda dalam sistem rantai makanan.

Diagram perpindahan jumlah energi pada trofik level berbeda dalam
sistem rantai makanan (Meadows dan Campbell 1978 in Hutabarat S dan Evans S.M. 2008)


2.2 Karakteristik Zona Intertidal

            Karakteristik daerah intertidal beragam berdasarkan tipe susbstrat, rataan atau morfologi pantai, luas atau lebar area, dan kemiringan pantai. Hal ini menyebabkan.keragaman kepadatan biota dan persen tutupan komunitas intertidal realtiff tinggi yang ditunjukkan oleh simpangan baku yang tinggi.Meskipun demikian komposisi biota dan komunitas intertidal, relatif sama.. Komunitas intertidal di Puna lebih dominan kelompok “grazer” dan populasi biota seperti kelompok moluska (Littorina, Neritadan Crassostrea) dan kelompok echinodermata (bulu babi dan bintang laut) sangat dominan.Umumnya hewan-hewan grazerakan sangat tergantung dengan keberadaan produser (rumput laut atau lamun) (Lesser, 2011)





2.3 Keanekaragaman dan karakteristik Makrobentos

2.3.1 Bivalvia
Bivalvia adalah kelas dalam moluska yang mencakup semua kerang-kerangan: memiliki sepasang cangkang (nama "bivalvia" berarti dua cangkang). Nama lainnya adalah Lamellibranchia, Pelecypoda, atau bivalva. Ke dalam kelompok ini termasuk berbagai kerang, kupang, remis, kijing, lokan, simping, tiram, serta kima; meskipun variasi di dalam bivalvia sebenarnya sangat luas.
Kerang-kerangan banyak bermanfaat dalam kehidupan manusia sejak masa purba. Dagingnya dimakan sebagai sumber protein. Cangkangnya dimanfaatkan sebagai perhiasan, bahan kerajinan tangan, bekal kubur, serta alat pembayaran pada masa lampau. Mutiara dihasilkan oleh beberapa jenis tiram. Pemanfaatan modern juga menjadikan kerang-kerangan sebagai biofilter terhadap polutan. (Franc, A. 1960). Adapun bivalvia yang digunakan untuk penetuan produktivitas sekunder antara lain: (Abra ovata),(kerastoderma edule), (Lories lacteus), (Scerobicularia plana), (Telina tenuis).

2.3.2 Gastropoda
            Gastropoda adalah kelas dari phylum molusca berada dari kata gaster artinya perut dan podos artinya kaki, Gastropoda adalah hewan yang bertubuh lunak berjalan dengan perut dalam hal ini disebut kaki. Jenis hewan ini hidup dilaut dan diair tawar sebagian besar hewan ini mempunyai cangkok atau rumah yang membentuk kerucut. bentuk tubuhnya simetris bilateral. Adapun Gastropoda yang digunakan untuk penetuan produktivitas sekunder antara lain :( Bitium reticulatum), (Cyclope neritera), (Haminea hydatis), (Hydriba ulvae), (Mesalia brevialis),

2.3.3 Polychaeta
Polychaeta berasal dari kata poly = banyak dan chaeta = rambut  polychaeta merupakan cacing yang memiliki banyak rambut. Ciri-ciri Polychaeta tubunhya beruas-ruas terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, badan dan ekor. Polychaeta memiliki alat regak berupa parapodia, habitanya diair laut dan berkembangbiak secara seksual. Adapun Polychaeta yang di tentukan sebagai produktifitas sekunder salah satunya adalah Nereis Sp. Nereis sp  yang bentuknya pipih, memiliki celom dan bergerak menggunakan parapodia.(Suwignyo et al.,1998 dan Romimohtarto, 2001).

2.3.4 Krustacea
Krustasea adalah suatu kelompok besar dari artropoda, terdiri dari kurang lebih 52.000 spesies yang terdeskripsikan, dan biasanya dianggap sebagai suatu subfilum.Kelompok ini mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti lobster, kepiting, udang, udang karang, serta teritip. Mayoritas merupakan hewan air, baik air tawar maupun laut, walaupun beberapa kelompok telah beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat. Kebanyakan anggotanya dapat bebas bergerak, walaupun beberapa takson bersifat parasit dan hidup dengan menumpang pada inangnya. (Carl L. Reiber and Iain J. McGaw 2009).

2.3.5 Keanekargaman Makrobentos
            Berdasarkan keberadaannya di perairan, makrobentos digolongkan menjadi kelompok epifauna, yaitu hewan bentos yang hidup melekat pada permukaan dasar perairan, sedangkan hewan bentos yang hidup di dalam dasar perairan disebut infauna. Tidak semua hewan dasar hidup selamanya sebagai bentos pada stadia lanjut dalam siklus hidupnya. Hewan bentos yang mendiami daerah dasar misalnya kelas polychaeta, echinordemata dan moluska mempunyai stadium stadium larva yang seringkali ikut terambil pada saat melakukan pengambilan contoh plankton ( Daroyah, 2007 ).
            Komunitas bentos dapat juga dibedakan berdasarkan pergerakannya, yaitu kelompok hewan bentos yang hidupnya menetap (sesile), dan hewan bentos yang hidupnya berpindah-pindah (motile). Hewan bentos yang hidup sesile seringkali digunakan sebagai indikator kondisi perairan (Setyobudiandi, 1997).
            Distribusi bentos dalam ekonomi perairan alam mempunyai peranan penting dari segi aspek kualitatif dan kuantitatif. Untuk distribusi kualitatif, keadaan jenis dasar berbeda terdapat aksi gelombang dan modifikasi lain yang membawa keanekaragaman fauna pada zona litoral. Zona litoral mendukung banyaknya jumlah keanekaragaman fauna yang lebih besar dari pada zona sublitoral dan profundal. Populasi litoral dan sub litoral, khusunya bentuk mikroskopis. Terdapat banyak serangga dan moluska, dua kelompok ini biasannya sebanyak 70 % atau lebih dari jumlah komponen spesies yang ada.


2.3.6  Karakteristik

            Kerang adalah hewan air yang termasuk hewan bertubuh lunak (moluska). Pengertian kerang bersifat umum dan tidak memiliki arti secara biologi namun penggunaannya luas dan dipakai dalam kegiatan ekonomi. Dalam pengertian paling luas, kerang berarti semua moluska dengan sepasang cangkang.
            Kata kerang dapat pula berarti semua kerang-kerangan yang hidupnya menempel pada suatu obyek. Ke dalamnya termasuk jenis-jenis yang dapat dimakan, seperti kerang darah dan kerang hijau (kupang awung), namun tidak termasuk jenis-jenis yang dapat dimakan tetapi menggeletak di pasir atau dasar perairan, seperti lokan dan remis.
            Kerang juga dipakai untuk menyebut berbagai kerang-kerangan yang bercangkang tebal, berkapur, dengan pola radial pada cangkang yang tegas. Dalam pengertian ini, kerang hijau tidak termasuk di dalamnya dan lebih tepat disebut kupang. Pengertian yang paling mendekati dalam bahasa Inggris adalah cockle.
            Semua kerang-kerangan memiliki sepasang cangkang (disebut juga cangkok atau katup) yang biasanya simetri cermin yang terhubung dengan suatu ligamen (jaringan ikat). Pada kebanyakan kerang terdapat dua otot adduktor yang mengatur buka-tutupnya cangkang.
            Kerang tidak memiliki kepala (juga otak) dan hanya simping yang memiliki mata. Organ yang dimiliki adalah ginjal, jantung, mulut, dan anus. Kerang dapat bergerak dengan "kaki" berupa semacam organ pipih yang dikeluarkan dari cangkang sewaktu-waktu atau dengan membuka-tutup cangkang secara mengejut.
            Cangkang adalah rangka luar pada kerang. Cangkang ini dibentuk oleh sel-sel cangkang (epitel mantel) yang mengeluarkan secreta . Cangkang terdiri dari 3 lapisan dari luar kedalam, adalah :
a. Periostracum ,yang berwarna hitam,terbuat dari bahan tanduk yang disebut cocchiolin.
b. Prismatic ,yang tersusun dari kristal-kristal kalsium karbonat (zat kapur yang berbentuk prisma)
c.  Lapisan nacreas (mutiara) ,juga terdiri dari kristal-kristal kalsium karbonat (zat kapur yang berbentuk prisma tetapi susunannya lebih rapat.
d. Engsel cangkang dibentuk oleh jaringan ikat yang disebut ligamentum. Kedua cangkang dapat membuka dan menutup , karena adanya dua otot adductor ,satu terletak di bagian anterior dan satunya lagi terdapat di bagian posterior.

2.4 Body Weight/ Bobot

Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat. Pertumbuhan dipengaruhi faktor genetik, hormon, dan lingkungan (zat hara). Ketiga faktor tersebut bekerja saling mempengaruhi, baik dalam arti saling menunjang maupun saling menghalangi untuk mengendalikan perkembangan ikan. (Fujaya,1999)

 

2.5 Biomassa

Dalam ekologi, biomassa adalah massa organisme biologis hidup di suatu area atau ekosistem pada suatu waktu tertentu. Biomassa pada ekologi dapat mengacu pada biomassa spesies, yang merupakan massa dari satu atau lebih spesies, atau biomassa komunitas yang merupakan massa dari seluruh spesies pada suatu komunitas. Massa dapat mencakup mikroorganisme, tumbuhan, dan hewan hidup. Nilai massa ini dapat diekspresikan sebagai massa rata-rata per unit luas, atau total massa dari suatu komunitas.( Foley, JA 2007)
Bagaimana biomassa diukur bergantung pada mengapa biomassa tersebut diukur. Terkadang biomassa dipertimbangkan sebagai massa alami dari suatu organisme pada kawasan tersebut (in situ) sebagaimana mestinya. Seperti contoh pada perikanan salmon, biomassa salmon dapat dikatakan sebagai total berat salmon yang terukur ketika salmon diangkat dari air. Pada konteks lain, biomassa dapat diukur sebagai massa organik kering, sehingga hanya 30% dari total berat sebenarnya yang mungkin, dan sisanya adalah air. Untuk tujuan lain, hanya jaringan biologis hidup yang dihitung sehingga tulang, gigi, dan cangkang tidak termasuk. ( Ricklefs, et al 2,000). 
Pada aplikasi yang lebih sepit, biomassa diukur sebagai massa dari karbon yang terikat secara organik yang ada pada makhluk hidup. Terlepa dari keberadaan bakteri, total biomassa hidup yang ada di bumi diperkirakan mencapai 560 miliar ton karbon, dengan total produksi primer dari biomassa hanya sekitar 100 miliar ton karbon per tahun. Namun total biomassa bakteri mungkin melebihi nilai tersebut.
Ø  Piramida ekologis adalah penggambaran yang meunjukan hubungan antara biomassa dan tingkatan trofik pada suatu ekosistem.
Ø  Piramida biomassa adalah piramida yang menunjukan jumlah biomassa pada tingkatan trofik.
Dasar dari sebuah piramida merupakan produsen primer (organisme autotrof). Produsen primer mengambil energi dari lingkungan dalam bentuk cahaya matahari atau bahankimia anorganik dan menggunakannya untuk membuat molekul kaya energi seperti karbohidrat. Mekanisme ini disebut dengan produksi primer. Piramida lalu bergerak melalui berbagai tingkatan trofik menuju predator tingkat tinggi. Ketika energi dipindahkan dari satu tingkatan trofik ke tingkatan berikutnya, umumnya hanya sepuluh persen yang digunakan untuk membangun biomassa baru. Sisanya yang berupa 90% menuju proses metabolik dan dilepaskan sebagai panas. Energi yang hilang ini berarti produktivitas piramida tidak pernah terbalik dan umumnya membatasi rantai makanan hanya sampai enam tingkat. Namun di lautan, piramodai biomassa dapat terbalik sebagian atau seluruhnya dengan jumlah biomassa yang lebih banyak pada tingkatan yang lebih tinggi ( Haberl, H 2007).


































3.      METODE PENELITIAN


3.1   Lokasi Pengambilan Contoh

Studi dilakukan di Ria Formosa selatan Portugal dan  diambil dari 3 stasiun (mud flat, sand flat, dan seagrass bed) di zona intertidal/pasang surut.

Gambar 1. Lokasi penelitian

3.2   Metode pengambilan contoh

Data penelitian di ambil dari 3 stasiun (mud flat, sand flat, dan seagrass bed) di zona intertidal/pasang surut. Sampling dimulai pada bulan kedua tahun 1990 sampai tahun 1991. Keseluruhan sampling terhitung sebanyak 7 kali.

3.3.  Increment summation methode

Produksi sekunder dalam studi ini diestimasi dengan menggunakan metode “increment summation” sebagaimana yang disajikan pada Gambar 1 (Lihat gambar 1: intraspesifik rasio produksi tahunan terhadap biomassa tahunan rata-rata 3 jenis biota)






P1.2 =  {( n1 + n2 )/ 2(w2 – w1)
P1,2 Menunjukkan produksi antara dua waktu sampling
n1,n2 Menunjukkan kelimpahan biota selama 2 waktu sampling
w1,w2 Menunjukkan berat tubuh kering bebas abu (AFDW) biota pada 2 waktu sampling

Apabila pada data sampling terlihat jumlah individu dewasa meningkat atau kadang-kadang tidak ditemukan individu pada kohort terentu, maka nilainya dapat dicarimelalui perhitungan rata-rata data sampling terdekat.
Pada zona intertidal, biota Carcinus maenas memiliki laju pertumbuhan instan, sehingga dilakukan perhitungan data yang diambil dari dari 2 kelas tahun yang berada
Kelas tahun pertama: W = 0,264 e0.0207nd, = 91, r = 0,55
Kelas tahun kedua: W = 73,27 e0.0'33dn, = 8, r =0.62

Keterangan:
w: Berat tubuh(mg AFDW), d: jumlah hari selama sampling, n: jumlah data, r: koefisien korelasi

Pada kondisi tertentu, beberapa individu tidak dapat dihubungkan dengan kohort. Pada kondisi ini, rasio P/B dihitung dari kohort yang berhasil diidentifikasi. Estimasi ini dikenaldengan tipe “rasio P/B spesies pada rata-rata bobot tubuh w”.
Nilai P/B ind (rasio P/B untuk bobot tubuh individu wind) dapat diekstrapolasi menggunakan eksponensial bobot -0,25 melalui nilai“rasio P/B spesies”sebagaimana formula berikut:
P/Bind = (P/Bspec / W -0.25 ) Wind  -0.25 ; P/B spec = P/B spesies

Bobot tubuh tahunan rata-rata dihitung dari AFDW (selama 3 jam 45 derajat C) keseluruhan tubuh biota (termasuk cangkang dan daging) yang diperoleh selama 7 kalisampling. Nilai sampling ke-1 dan ke-7 dirata-ratakan menjadi 1 nilai. Hal ini dikarenakan kedua sampling ini dilakukan pada musim yang sama. Bobot tubuh (Mg)diestimasi dari nilai bobot rata-rata biota yang berada pada satu kohort ketika spesiemen pertama pada kohort berikutnya terlihat pada sampel.
Nilai produksi dan biomassa dihubungkan dengan umur individu.Rasio P/B dihitung dari nilai produksi dan biomassa pada kohort selama 1 tahun. Nilai pada tabel 1 diperoleh dari hubungan regresi antara nilai rasio P/B dengan bobot tubuh tahunan rata-rata (w) dengan persamaan  P/B = aWb   .

4.      HASIL DAN PEMBAHASAN

                                                 

4.1       Hasil

4.1.1    Perbandingan Intraspesies (spesies yang sama)
            Hasil penelitian terhadap spesies yang sama (intraspesies) dan spesies yang berbeda (interspesies) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hubungan rasio P/B dengan bobot tubuh. Fauna yang hidup di daerah zona intertidal diduga didominasi memiliki rentang hidup sekitar 1 tahun (hanya beberapa saja yang mampu hidup lebih lama). Carcinus maenas memilih untuk melakukan migrasi ke daerah subtidal setelah tahun pertama. Hanya 3 spesies yang ditemukan memiliki rentang hidup lebih lama yaitu Mesalia brevialis, Cyclope netritea, dan Scrobicularia plana. Secara keseluruhan, nilai eksponensial yang menghubungkan antara bobot tubuh yang bervariasi antar biota yang sama (intraspesies) dengan rasio P/B adalah -0.25 (lihat tabel 1).
Tabel 2. Rasio P/B
Species
a
b
r
n
Mesalia brevialis
6.95 ± 0.15
-0.309 ± 0.043
-0.87
18
Cyclope neritea
 5.07 + 0.41  
0.307 f 0.152
-0.71
6
Scrobicular~ap lana
3.84 ± 0.19
0.159 + 0.047
-0.71
13

4.12     Perbandingan Interspesies (spesies yang berbeda)
Rasio P/B, bobot tubuh tahunan rata-rata, dan bobot tubuh pada saat pertama kali matang gonad (Mg) disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 2. Nilai rasio P/B antar spesies menunjukkan variasi yang tinggi. Sedangkan untuk spesies yang sama pada stasiun yang berbeda menunjukkan rasio P/B yang sangat berbeda (Bittium reticulatum, Nereis diverssicolor, Cyathura carinata). Nilai eksponensial -0.25 dan -0.304 dapat digunakan untuk menentukan hubungan antara bobot tubuh dan rasio P/B biota yang berbeda jenis (interspesies).








Tabel 2. Rasio P/B antar spesies
Spesies
Locality
P/B
W
Bivalvia

Abra ovata
Mud
2.3
1.2
Cerastodermaedule
sand
4.8
32.8
Lonpes lactus
Seagrass
1.1
11.2
Scroculana
Mud
1.8
90.8
Tellina tenuis
sand
1.9
13.4
Gastropda

Britum reticaltum
sand
2.1
1.2
Britum reticaltum
Seagrass
1.3
1.8
Cyclope neritea
sand
2.0
13.7
Haminea hydatis
Seagrass
1.7
7.5
Hydrobia ulvae
Mud
1.8
0.6
Mesalia brevalis
sand
1.8
7.0
Polychaeta

Audoinia filigera
Seagrass
3
9.1
Gylacera concoluta
Seagrass
3.4
7.3
Melinna paimataa
Seagrass
2.3
3.9
Nereis diversicolor
Seagrass
5.3
4.0
Nereis diversicolor
Mud
3.3
5.3
Crustacea

Carcinus maenas
Mud
6.4
141.7
Cythura carnata
Seagrass
3.0
1.0
Cythura carnata
Mud
1.8
1.7
Idotea chelipes
Seagrass
3.8
0.8
Upogebia pusulla
Seagrass
3.1
73.8


4.2 Pembahasan

   Dugaan nilai P/B antara data yang berasal dari Rio Formosa dengan data yang berasal dari studi literatur menunjukkan variasi yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, sebagai berikut:
Rasio P/B bergantung pada struktur umur populasi. Hal ini disebabkan oleh penurunan laju pertumbuhan spesifik-bobot. Pertumbuhan dan laju metabolisme menunjukkan hubungan yang sangat erat. Hemmingsen (1960) menyimpulkan bahwa nilai eksponensial bobot laju metabolisme spesies umumnya -0.25. Hal ini masih sejala dengan nilai eksponen bobot pada laju metabolisme mutlak yang mencapai 0.75. Oleh karena itu, nilai eksponensial sebesar -0.25 rasio P/B dan bobot tubuh intraspesies masih masuk akal.
Rasio P/B beragntung pada kondisi lingkungan. Hal ini mencakup aspek spasial maupun temporal. Variasi nilai produksi berkisar antara 0 sampai maksimum. Di daerah temperate, biota umumnya mati kelaparan karena singkatnya periode ketersediaan makanan serta kondisi fisiologis yang rentan. Penurunan bobot tubuh dapat pula terjadi sangat cepat karena biota melakukan proses pengeluaran gamet. Sebaliknya, produksi sekunder digunakan sebagai susbstansi untuk menunjang kehidupan tubuh biota selama kurun waktu tertentu. Berdasarkan fakta ini, maka 1 tahun merupakan kurun waktu yang nyaman bagi biota untuk melangsungkan kehidupan, karena di dalam kurun waktu tersebut biota telah berhasil melewati masa kritis akibat rendahnya kondisi fisiologis.
Kondisi nutrisi/gizi yang ditentukan oleh faktor beragamnya cara makan dan posisi biota dalam trofik level juga mempengaruhi nilai P/B. Produksi yang tinggi ditunjukkan oleh biota tipe karnivora (Carcinus maenas); lihat Gambar 2. Berbeda dengan kelompok biota filter feeder yang masih membutuhkan strategi mencari makanan untuk melangsungka kehidupan.
























5.      KESIMPULAN


Cara terbaik yang dapat digunakan untuk menunjukkan produktivitas sekunder dari nilai bobot tubuh dan biomassa  biota adalah dengan melakukan ekstrapolasi melalui regresi.







































DAFTAR PUSTAKA


Boysen Jensen, P. (1919). Valuation of the Limfjord. I Rep. Dan. Biol. Stn 26: 3-4
Brown, Sandra, 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests: a Primer. (FAO Forestry Paper - 134). FAO, Rome.
Carl L. Reiber and Iain J. McGaw (2009). "A Review of the “Open” and “Closed” Circulatory Systems: New Terminology for Complex Invertebrate Circulatory Systems in Light of Current Findings". International Journal of Zoology.
Carlisle Daren M. & Clements William H. 2003. Growth and secondary production of aquatic insects along a gradient of Zn contamination in Rocky Mountain streams. J. N. Am. Benthol. 22(4): 582–597
Crisp, D. J. (1984). Energy flow measurements. In: Holme,N. A.. McIntyre, A. D. (eds.) Methods for the study of marine benthos. Blackwell, Oxford, p. 284-372
Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.163 hal.
Foley, JA; Monfreda, C; Ramankutty, N and Zaks, D (2007) Our share of the planetary pie Proceedings of the National Academy of Sciences of the USA, 104(31): 12585–12586. Download
Franc, A. (1960): Classe de Bivalves. In: Grassé, Pierre-Paul: Traite de Zoologie 5/II.
Fujaya, Y. 1999.Fisiologi ikan. Rineka Cipta; Jakarta.
Gillespie, D. M., Benke, A. C. (1979). Methods of calculatingcohort production from field data - some relationships. Limnol. Oceanogr. 24: 171- 176
Haberl, H; Erb, KH; Krausmann, F; Gaube, V; Bondeau, A; Plutzar, C; Gingrich, S; Lucht, W and Fischer-Kowalski, M (2007) Quantifying and mapping the human appropriation of net primary production in earth's terrestrial ecosystems Proceedings of the National Academy of Sciences of the USA, 104(31):12942-12947. Download
Hemminga, M.A. and C.M. Duarte. 2000. Sea grass ecology.Cambridge University Press, UK. 308p
Lesser, M. 2011. Advances in marine biology. Academic Press.USA. 215p.
Pari, G. dan Hartoyo, 1983.Beberapa Sifat Fisis Dan Kimia Briket Arang Dari Limbah Arang Aktif. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor
Ricklefs, Robert E.; Miller, Gary Leon (2,000). Ecology (ed. 4th). Macmillan. hlm. 192.ISBN 978-0-7167-2829-0.
Romimohtarto, K. 2001. Biota laut : Ilmu pengetahuan tentang Biota laut. Djambatan, Jakarta.
Rose Lori Valentine, Rypel Andrew L, Layman Craig A. 2011. Community secondary production as a measure of ecosystem function: a case study with aquatic ecosystem fragmentation. Bulletin of Marine Science. 87(4): 913- 937
Silalahi, 2000. Penelitian Pembuatan Briket Kayu Dari Serbuk Gergajian Kayu. Hasil Penelitian Industri DEPERINDAG. Bogor
Suwignyo, S., Bambang, W., Yusli, W., Majariana, K. 1998. Avertebrata untuk mahasiswa perikanan. Jilid II. Fak. Perikanan dan Ilmu Kelauta IPB. Bogor.
Waters, T. F. (1977). Secondary production in inland waters. Adv. ecol. Res. 10: 91-164
Widardo dan Suryanta, 1995. Membuat Bioarang dari Kotoran Lembu.Cetakan Ke- 6 tahun 2008. Kanisius. Bogor
Winberg, G. G. (1971). Methods for the estimation of production of aquatic animals. Academic Press, London






















Lampiran


Cerastoderma edule











Carcinus  Maenas

cacing laut (Nereis sp.)

 










Cyclope. Neritea


                                               

                                               








ESTIMASI PRODUKTIVITAS SEKUNDER MAKROBENTHOS BERDASARKAN BERAT BADAN DAN BIOMASSA : UJI LAPANGAN DI HABITAT INTERTIDAL NON-BOREAL






                                                                       Oleh:                                                      
Kelompok III

1.      Dudi Muhammad Wildan                      (C251140011)
2.      M. Charis Kamarullah                           (C251140091)            
3.      Sri Rezeki                                                 (C251140111)











 


















MAYOR PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

Daftar Isi